Banyak orang berpendapat, bahwa menikah itu untuk selamanya. Kalau perlu menikah itu sekali saja. Jika sampai retak, apalagi sampai bercerai, maka itu berarti sudah bukan lagi suami istri dan istri suami.
Perceraian bisa timbul karena masalah kecil maupun besar. Dari yang kecil, misalnya membahas semut. Bukankah semut itu hewan yang kecil?
Suami bilang bahwa semut yang dilihatnya itu hitam, eh, istrinya bilang merah. Suami tetap ngotot, pokoknya hitam. Istrinya juga ngotot.
Tidak ada yang mau mengalah. Saling keras kepala. Sampai akhirnya suaminya marah, terus bilang, “Gara-gara kamu tidak mau bilang semut itu hitam, maka saat ini juga aku ceraikan kamu!”
Terjadi bukan, perceraian karena masalah kecil? Lalu, bagaimana jika perceraian terjadi karena masalah besar? Kalau yang terakhir ini, misalnya suami dan istri berdebat tentang bumi ini datar atau tidak? Bukankah bumi itu jelas benda yang sangat besar?
Suami meyakini bahwa bumi ini datar, sedangkan istri tidak, pokoknya bumi ini bulat. Berdebat hebat hingga bertengkar, akhirnya suaminya pun bilang, “Gara-gara kamu tidak mau meyakini bumi ini datar, maka sekarang aku ceraikan kamu!”
Allah Saja Percaya dan Yakin kok!
Teman saya pernah mengatakan bahwa Allah itu memang tidak pernah salah dalam membuat takdir. Dia telah menetapkan ketentuan takdir tersebut sesuai dengan kemampuan hamba-hamba-Nya. Jika ada seorang hamba yang merasa tidak mampu, apakah betul dia tidak mampu? Jangan-jangan karena belum berusaha dengan keras saja!
Begitu juga dalam urusan rumah tangga. Sebenarnya, pada dasarnya, tidak ada pasangan suami istri yang betul-betul cocok. Yang ada adalah dicocok-cocokkan. Misalnya, suaminya cerewet, maka istri biasanya pendiam. Begitu pula istrinya yang cerewet, suaminya pendiam.
Saya punya teman yang terakhir itu. Suaminya tidak banyak berkata-kata, seringnya senyum saja, tetapi istrinya seorang pendakwah. Seorang ustadzah. Begitu dia bicara, wuih, hadirin seperti dimarah-marahi. Tipe orator memang.
Tentang takdir dalam jodoh atau kaitannya dengan rumah tangga ini, apa sih tandanya? Apa yang bisa terlihat bahwa dia jodoh untuk kita? Jawabannya adalah lewat kemudahan. Sesulit-sulitnya mendapatkan calon istri, kalau bukan jodohnya, tidak akan pernah berhasil. Ketika proses untuk menggapai jodoh itu kok rasanya mudah, nyaman, dan lempeng, maka Insya Allah begitu tanda berjodoh.
Mungkin kamu sudah tahu, ada orang yang pacaran lama sekali. Mungkin sejak zaman Dinasaurus sampai sekarang, masih pacaran juga. Hem, maksudnya sejak zaman film Dinosaurus mungkin ya?!
Pacaran bertahun-tahun, eh, si cewek dilamar seseorang yang terlihat saleh, langsung mau kok. Bapaknya langsung setuju, ibunya langsung sedelapan. Habis tujuh ‘kan delapan toh?
Makanya, seorang ustaz pernah mengatakan kira-kira begini, “Jika ada orang yang tiba-tiba terasa mendahului perempuan yang kita sukai, jangan salahkan takdir. Tapi salahkan diri sendiri, kenapa tidak kalah cepat? Kenapa terlambat?”
Kalau orang pacaran sih memang tanpa komitmen yang jelas. Tanpa ada catatannya, tanpa ada hitam di atas putih. Mungkin itu maksudnya, si laki-lakinya hitam, ceweknya putih!
Kekuatan Ketahanan
Selain mesti meyakini bahwa Allah tidak pernah salah dalam menetapkan takdir jodoh seseorang, terus apalagi? Iya nih kita sudah yakin, tetapi apakah semudah itu? Nyatanya tidak juga. Tetap seseorang bisa diberi ujian atau cobaan yang cukup berat menyangkut perilaku pasangannya.
Kunci dalam menghadapi itu memang harus banyak bersabar, apalagi bagi seorang suami. Selain kekuatan kesabaran, dia juga harus punya ketahanan. Tahan untuk terus bersabar, tahan untuk tidak cepat emosi, dan tahan untuk tidak cepat mengucapkan talak maupun cerai.
Itulah makanya, hak untuk menceraikan memang ada di pundak suami. Secara daya pikir, suami tidak cepat baper seperti perempuan. Kalau hak cerai itu pada istri, mungkin tiap hari dia akan menceraikan suaminya.
Suami lebih mengedepankan logika. Lebih berpikir dengan akal sehat, tidak semata-mata pakai perasaan. Otaknya pun bisa berpikir jangka panjang, kira-kira jika betul-betul menceraikan, apa dampak bagi dirinya? Bagi anak-anaknya? Bagi keluarga besarnya? Bagi kucingnya? Bagi ikannya dong buat si kucing!
Prinsip Obat Kuat
Ada yang pernah mengatakan, selama ini obat kuat kok hanya untuk laki-laki ya? Kenapa tidak ada yang untuk perempuan?
Apa sih yang dicari dari obat kuat itu sebenarnya? Biasanya, yang dicari itu adalah tahan lama. Artinya tahan lama di atas ranjang, begitu bukan?
Kalau cuma itu, tidak perlu pakai obat kuat! Cukup sediakan banyak cemilan, snack, buah, minuman, dan piranti untuk perut lainnya di atas kasur. Dijamin, kamu akan tahan lama di atas ranjang, tidak mau turun-turun! Soalnya semua sudah ada di kasur.
Okelah, obat kuat itu dipakai buat menambah kekuatan agar bisa bertempur dengan istrinya. Namun, perlu diambil garis lurus, benang merah, bahwa tahan lama itu juga harus untuk kesabaran menghadapi istri.
Perilaku istri yang bisa berubah-ubah tiap hari, mesti ada ketahanan jiwa dan pikiran pada suami. Jangan sampai suami jadi stres atau justru makin beringas gara-gara tindakan istri.
Jika ada istri marah-marah ke suami, jangan langsung diladeni. Jangan langsung ditanggapi dengan marah juga oleh para suami.
Siapa tahu, si istri hanya butuh didengarkan saja suaranya. Bahkan, dia hanya ingin dipeluk, dielus-elus, dimanja-manja oleh suami. Mungkin dia terlalu lelah dan capek menghadapi anak-anak seharian. Mungkin dia butuh menyandarkan kepalanya di bahu suami.
Saya teringat sebuah postingan di Instagram. Ketika sudah menjadi istri, maka perempuan itu menjadi anak rumahan. Dia tidak memiliki banyak teman lagi seperti dulu. Suaminya yang menjadi teman terdekatnya. Bisa jadi, dia tidak punya teman lagi selain suaminya.
Oleh karena itu, suami perlu menjadi teman yang terbaik untuk istrinya. Syaratnya, perlu ketahanan yang diwujudkan dengan bersabar, bersabar, dan bersabar. Insya Allah, dengan sabar itu, istri yang menyeret tangan suaminya ke surga.
Alhamdulillah saya masih punya banyak teman
Dunia Maya tapi. Kalo teman dunia nyata ya pada jauh di Mato
Sellau artikel yang bagus dan mengibur
Alhamdulillah, makasih Bu…
Ketahanan suami bersabar menghadapi ketidaksabaran istri jadi kunci ketahanan keluarga ya Pak Rizky?
Yap, benar Bu..
terima kasih artikelnya menjadi pengingat dalam membangun rumah tangga
Sama-sama, Pak, terima kasih sudah berkunjung di blog saya.