Saya punya cerita nih. Tentang seseorang yang sekarang sudah tidak lagi punya status sebagai abdi negara. Lho, kok bisa?
Gara-garanya, sebuah proyek konstruksi negara yang pernah dikerjakannya. Tertarik untuk lebih tahu? Yuk, kita masuk di paragraf selanjutnya.
Menjadi Pemimpin Proyek
Waktu bapak saya masih menjadi PNS aktif, sekarang sudah pensiun, beliau sering menjadi pemimpin atau pimpinan proyek. Biasa diistilahkan dengan pimpro. Ketika saya masih remaja, sering mendengar bapak menyebut “pimpro-pimpro”. Rupanya, bapak menjadi kepala dari cukup banyak proyek pemerintah.
Menurut yang saya dengar, bapak kalau jadi pimpro itu tegas, berwibawa, tanpa tedeng aling-aling. Pernah beliau bercerita ketika suatu lelang, para pemborong sudah tahu bahwa bapak menjadi pimpronya, maka mereka merasa resah dan gelisah.
“Sudahlah, Teman, nggak bisa kita akali proyek ini kalau pimpronya Pak Rus!” Begitulah kira-kira kalimat kekecewaan mereka.
Bapak memang menjunjung tinggi kejujuran dan profesionalisme. Intinya tentu saja taat kepada peraturan pemerintah dan peraturan-peraturan negara lainnya. Maka dari itu, proyeknya selalu lancar dan jarang ada masalah yang berarti.
Hal tersebut berbeda dengan teman saya. Sebut saja namanya Pak F. Dulu namanya pimpro, kini namanya Pejabat Pembuat Komitmen alias PPK. Jabatan ini cukup terdengar mengerikan sekaligus menakutkan. Cukup banyak ASN yang tidak mau menduduki jabatan tersebut. Kata mereka, sering ada masalah hukum yang merugikan diri sendiri, hingga ke keluarga.
Pak F terlibat masalah dalam proyek pembangunan kantor suatu instansi vertikal di sebuah kabupaten di Sulawesi Tenggara. Awalnya sih, bukan dia yang jadi PPK-nya, melainkan orang lain. Dari orang lain itu, sudah tercium gelagat masalah. Namun, Pak F tetap menerima jabatan PPK untuk proyek tersebut.
Hasil lelang menyebutkan pemenangnya adalah sebuah perusahaan yang berlokasi di Makassar. Perusahaan tersebut pernah datang ke lokasi proyek, mungkin memantau situasi dan rencana proyek. Kelihatannya sih perusahaan bonafid, tetapi kok di ujungnya muncul masalah? Bahkan berujung masalah hukum yang menjerat Pak F, atasannya, bendahara, dan seorang pejabat bagian pencairan anggaran.
Kontraktor menjanjikan proyek selesai dalam waktu yang ditentukan sesuai dengan kontrak. Waktu itu, pekerjaan dimulai bulan Oktober 2013. Cukup mepet memang menjelang akhir tahun. Namun, setelah dicermati, kontraktor tersebut tidak bekerja dengan baik. Tertunda dan terlunta-lunta. Bahkan sampai menyeberang tahun. Padahal kontraknya bukan untuk tahun jamak.
Sebelumnya, kontraktor menghendaki untuk dibayar dulu sebanyak 30%. Pak F tadinya tidak setuju jika kontraktor itu mau dicairkan 30%. Pekerjaannya saja terlihat belum sampai tahap itu kok.
Akan tetapi, kontraktor pengawas mengatakan lain. Sepertinya dari atasannya juga mengatakan hal yang sama.
“Jadi, menurutmu ini sudah 30%?” Tanya Pak F.
Yang lain mengatakan, “Iya.”
Yo wis. Pak F menandatangani berkas untuk pencairan anggaran proyek sebesar 30%. Dan, selanjutnya, uang negara masuk ke kantong penyedia. Masalah pun makin mencuat dan menemukan puncaknya.
Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menemukan kejanggalan dalam proyek itu. Dilakukanlah penyelidikan dan penyidikan. Ternyata, memang betul bermasalah! Proyek senilai kurang lebih dua milyar rupiah itu tercakar saat baru memasuki atau dianggap 30 %. Hasil audit BPKP menyebutkan tidak sampai 15 % lho! Waduh!
Ada beberapa orang yang terjerat. PPK itu sendiri, KPA atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang merupakan atasan PPK, bendahara, Pejabat Penandatanganan Surat Perintah Membayar (PP SPM), dan tentu saja pihak penyedia turut serta. Mereka semua dipenjara, meskipun penyedia sempat menjadi buronan. Baru tertangkap tahun 2019.
Hukuman untuk PPK setahun lebih, bendahara juga begitu. KPA setahun lebih, tetapi ditambahi dengan kasus lain. Sedangkan PP SPM yang tadinya setahunan, malah banding sampai ke MA, sehingga hukumannya justru ditambah jadi empat tahun.
Setelah bebas, teman saya belum berhenti terkena masalah sampai di situ. Pihak pemda memproses kasus itu dan dia dinyatakan melanggar disiplin PNS. Kena kasus hukum ‘kan tentu saja termasuk pelanggaran berat bagi seorang PNS? Ya ‘kan? Apalagi menyangkut tindak pidana korupsi. Makanya, dia pun dipecat dengan tidak hormat.
Penyesalan tentu saja datang belakangan, kalau di depan itu namanya pendaftaran! Dia pernah bertemu saya sebelum kasusnya berada di tangan kejaksaan, “Ya, kalau memang takdirnya saya kena masalah, maka pasti takdirnya akan begitu.” Kan nyatanya memang begitu.
Berat Atau Tidak Ringan
Ketika melihat pengadaan barang dan jasa pemerintah, pengadaan konstruksi memang yang paling rawan dan cukup mengerikan. Paling “ditakuti” di antara pengadaan barang, jasa lainnya, dan jasa konsultansi.
Sudah banyak kasus karena pengadaan konstruksi. Ada yang menjerat si PNS, ada pula kontraktor. Kalau sudah dipenjara, tentu efeknya akan lebih buruk daripada ketika bebas. Kita tentu tahu akan hal itu.
Meskipun pengadaan konstruksi sarat dengan risiko dipenjara atau bahkan dihilangkan status PNS bagi pejabat yang terlibat di dalamnya, nyatanya tetap harus dilakukan. Kalau semua menghindar, lalu siapa yang akan mengerjakannya dong? Bukankah pemerintah itu perlu membangun? Bukankah rakyat juga merindukan pembangunan dari pemerintah demi peningkatan kualitas hidup mereka? Harus memang ada personil yang turun dan mengerjakan proyek tersebut.
Biasanya risiko yang muncul dari pengadaan konstruksi adalah terlambatnya pekerjaan. Jika melewati jangka waktu sesuai kontrak dengan PPK, maka perusahaan atau penyedia bisa terkena denda. Jumlahnya 1/1000 dari nilai kontrak per hari. Kalikan saja dengan jumlah hari keterlambatan penyelesaian proyek.
Jika melanggar kontrak yang lebih berat lagi, maka perusahaan tersebut bisa dinyatakan black list alias daftar hitam dalam jangka waktu dua tahun oleh LKPP atau Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah. Mendapatkan black list berarti tidak bisa ikut lelang atau tender selama jangka waktu tersebut. Ini tentu bisa merugikan bagi perusahaan karena lelang atau tender dapat mendatangkan keuntungan yang tidak sedikit.
Citra perusahaan juga akan tercoreng karena black list. Saya di kantor juga sekarang sebagai PPK pernah mendapatkan penyedia dari Jakarta. Menurut teman saya yang berada di instansi pusat, di atas saya, begitu dia tahu nama penyedianya, langsung dia bilang begini, “Tendang saja itu perusahaan!” Berarti dia sendiri sudah tahu bahwa perusahaan tersebut tidak bagus dalam bekerja.
Benar juga yang dikatakannya. Perusahaan yang sebenarnya kurang punya kapabilitas justru mengerjakan banyak proyek hasil lelang. Menjelang akhir tahun, pekerjaan masih belum selesai. Minta kompensasi waktu.
Saya tidak mau ada masalah, makanya saya minta jaminan pelaksanaan. Cukup berbelit-belit juga alasannya. Saya tekan terus. Alhamdulillah, akhirnya barang tersebut datang dan bisa dimanfaatkan. Saya lega karena tidak sampai terjadi perkara hukum.
Jika sampai menimbulkan masalah hukum, maka jelas sekali proyek tersebut sangat tidak efektif dan efisien. Kalau proyek efektif dan efisien berarti proyek bisa selesai dengan cepat dan biaya yang hemat.
Bagi perusahaan, mengelola proyek itu memang susah-susah gampang, gampang-gampang susah. Apalagi menyangkut persaingan yang makin tajam, SDM sangat dibutuhkan dalam hal ini. Akan tetapi, tetap perlu yang namanya alat bantu. Apakah itu?
Zaman Teknologi
Orang mengenal jaman now sebagai zaman teknologi, artinya siapa sih sekarang yang tidak pakai teknologi? Paling gampang ‘kan dilihat dari media sosial kita. Yang dulunya komunikasi susah karena cuma lewat telepon, mendengar suara saja, kini bisa menatap wajah orang yang kita ajak bicara.
Gara-gara pandemi, sekolah yang dulunya bertemu tatap muka di dalam kelas, kini bisa lewat teknologi. Bahkan tidak hanya anak-anak yang sudah besar, anak-anak kecil sampai TK pun memakai teknologi. Cukup dari HP atau laptop, pembelajaran dapat dilakukan. Walaupun yah, kadang sinyal internet yang ongol-ongol alias lambat, tetapi berusaha juga untuk tetap belajar.
Dari situ, masa untuk pelaksanaan proyek tidak pakai teknologi? Akan sangat ketinggalan dong jika tanpa teknologi untuk pengelolaan atau manajemen proyek. Padahal dana yang digunakan berjuta-juta bahkan sampai milyaran rupiah. Teknologi pastilah penting, bahkan sangat penting.
Lalu, kaitannya dengan menanggapi atau menghadapi sebuah masalah, tentu kita memerlukan data yang cermat. Data tersebut kita mesti diperoleh dari sumber ilmiah agar tidak termasuk hoax. Salah satunya adalah hasil survei. Saya tampilkan di sini, sebuah survei dari KMPG xSurvei pada tahun 2019. Apa bunyinya? Ternyata, 71% organisasi mengungkapkan fakta bahwa software manajemen proyek bisa menaikkan kualitas kontrol dan manajemen dalam proyek-proyek yang ditangani. Berarti, kecanggihan teknologi berkaitan dengan manajemen proyek.
Lalu, software apa yang dimaksud itu? Untuk menjawabnya, saya tidak mau sembarangan, harus ada referensi dan bukti yang jelas di lapangan. Jangan sampai Anda yang membaca artikel ini, jadi kecewa karena salah menggunakan aplikasi. Saya mereferensikan kepada Anda untuk menggunakan Aplikasi Manajemen Proyek bernama Tomps. Aplikasi ini adalah produk digital dari PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom) dengan tujuan melahirkan impactful project management ecosystem di Indonesia agar memaksimalkan potensi yang ada.
Kebutuhan akan kualitas, efektivitas, dan kecepatan monitoring proyek membutuhkan Tomps yang berbasis mobile dan web. Menggunakan Tomps, Anda bisa memulai dari referensi untuk menunjuk vendor pelaksana proyek, hingga data keperluan evaluasi. Ditambah dengan reporting yang dapat tersedia dengan cepat.
Tadi saya menyebutkan untuk proyek pengadaan gedung kantor yang berarti konstruksi, lalu apakah Tomps untuk konstruksi saja? Jawabannya: tidak! Tomps bisa untuk properti and construction service, maritime and logistic service, dan manufacturing and agribusiness service.
Fitur Tomps
Agar Anda lebih tertarik untuk menggunakan Tomps atau mereferensikan aplikasi ini ke orang yang terlibat proyek fisik, maka kita simak fitur-fitur dari Tomps.
Dashboard
Ibarat mobil, pasti ada dashboardnya. Di situ, Anda bisa melihat laporan dari mobil Anda sendiri. Mungkin kondisi bensin, kecepatan, RPM, lampu sedang menyala atau tidak, kamera belakang, dan lain sebagainya. Praktis, satu dashboard bisa menangkap semua kondisi.
Begitu pula dengan Tomps. Aplikasi ini memangkas data reporting yang rumit dan banyak. Tomps mampu menyediakan report tentang nilai anggaran proyek, jadwal penyelesaian, target realisasi Berita Acara Serah Terima (BAST), peta persebaran lokasi proyek, sampai dengan jumlah user yang sedang aktif.
Project
Merencanakan detail proyek kerja sesuai target waktu bersama pelaksana proyek? Oh, bisa sekali dengan Tomps. Anda bisa mengatur parameter proyek dan membuat tanggal jatuh tempo.
Kalau jatuh temponya sudah ada, maka tinggal dilacak proyeknya apakah statusnya initial, in-progress, atau closing? Sangat mudah dengan Tomps.
Project Cost
Proyek tanpa biaya adalah hil yang mustahal, mengutip kalimat lucu dari KH. Zainuddin, MZ rahimahullah. Tomps dapat mencegah fraud sampai dengan cost-overrun proyek. Lho, kok bisa begitu? Jawabannya jelas, karena adanya fitur project cost untuk proyek Anda. Ditambah bisa melakukan monitoring dan pengajuan biaya kerja dari bukti yang ada.
Mau tahu di mana lokasi proyeknya? Ada fitur Geo-maps, jadi bisa diketahui lokasi saat bukti diunggah ke sistem. Akhirnya, proyek pun jadi berjalan lebih transparan.
Keunggulan Aplikasi Tomps
Mungkin Anda jadi bertanya-tanya, apa sih yang membuat Tomps ini lebih bagus? Coba yuk kita simak satu persatu.
Securing Capex
Manajemen proyek yang diubah menjadi digital berkat Tomps bisa meningkatkan peluang untuk hemat biaya dan waktu proyek.
Opportunity Loss and Profit
Pengelolaan proyek secara digital melalui Tomps mengurangi peluang loss. Kalau sudah begitu, maka jelas bisa memaksimalkan efisiensi, yang ujung-ujungnya profit.
Customization by Operating Model
Maksud dari kustomisasi ini adalah nama-nama tahapan sampai dengan subtahapan dalam proyek. Efeknya, memaksimalkan kemudahan dalam monitoring dan pelaporan proyek.
On Cloud and On Promise
Kalau tidak pakai Tomps, maka siap-siap menghadapi tumpukan dokumen proyek yang banyak. Yah, namanya juga tumpukan, pastilah lebih dari satu.
Dokumen yang tidak tersusun dengan rapi, bahkan terhambur, tentunya bisa menjadi masalah tersendiri. Termasuk pakai spreadsheet, lama-lama akan penuh juga karena memang terbatas.
Nah, dengan Tomps, Anda akan mendapatkan kemudahan pengelolaan secara on cloud dan on promise. Apa maksud dari dua istilah asing tersebut?
Mudahnya begini, on cloud mampu menyajikan ruang penyimpanan yang besar, sedangkan on premise itu menawarkan data-data penting yang akan dirahasiakan dan tidak sembarang diakses orang lain.
Dan Segudang Fitur Lainnya
Tomps masih memiliki banyak fitur, seperti: project appraisal, role access management, vendors performance report, automatic project reports, gantt chart & s-curve, API integration, dan fitur lainnya yang mungkin akan ditambahkan dalam update aplikasi ini. Sudah sangat lengkap bukan untuk manajemen proyek yang efektif dan efisien? Begini hasilnya:
Seandainya
Kasus yang menimpa teman saya itu terjadi pada tahun 2013. Tomps sendiri baru ada pada tahun 2017, jadi sudah ada sebelum pandemi covid-19.
Masa pandemi sekarang memang banyak melibatkan teknologi dalam kerja maupun belajar. Ternyata, Tomps sudah melihat peluang dan prospek yang cerah di bidang aplikasi manajemen proyek, apalagi bisa membuat proyek jadi lebih efektif dan efisien. Salut untuk Tomps!
Akan tetapi, aplikasi adalah media yang sebenarnya netral. Berbagai fitur dan keunggulan dari Tomps toh nantinya dipakai oleh manusia juga, ya ‘kan? Jangan sampai aplikasi yang sudah bagus ini malah disalahgunakan untuk hal-hal yang tidak diinginkan. Bagaimanapun, proyek atau pekerjaan konstruksi tetap menyimpan potensi masalah, jika tidak dicegah atau dikelola dari awal.
Saya sih tetap merasa optimis dengan kehadiran Tomps ini sebagai bagian dari pembangunan bangsa, melalui pembangunan, mulai dari konstruksi, properti, telekomunikasi, logistik, manufaktur, maritim, agrikultur, perbankan, dan tentunya masih banyak lagi yang lainnya. Ditambah dengan pembangunan SDM di bidang proyek, maka lengkaplah sudah terbayang keberhasilan setiap proyek di depan mata.
Artikel bermanfaat. Pastinya pekerjaan atau proyek makin efisien dengan Tomps ya Mas. Sangat pas dengan zaman now yang serba digital.
Ya, pak guru, sebagai tools yang membantu setiap pelaku proyek.
TOMPS ini memang sering banget dipake untuk monitoring project!
Langsung cuss pake aja..
Bener banget, bisa dicoba langsung untuk manajemen proyek.
Sering kali kalo saya ngobrol sama orang-orang sukses, selalu menggarisbawahi kejujuran dan integritas. Ya itu modal mereka buat jadi profesional. Kalo semua udah jujur, kontrak apapun gak akan mendatangkan masalah di kemudian hari. Senangnya udah gampang ya sekarang, ada aplikasi manajemen proyek kayak Tomps. Bisa sampai ke logistic business dan manufaktur ya.
Mungkin karena ada peluang untuk curang di proyek macam gitu, jadinya nggak jujur.
Aplikasi manajemen proyek ini apakah usernya juga yang mengerti tentang manajemen proyek? kalau orang awam bisa gunakan ga ya?
Bisa juga orang awam pakai, tapi mungkin butuh panduan lebih lanjut.
Wih, baru tahu kalau ada aplikasi semacam ini. Pasti membantu perancangan proyek dan hal-hal yang berhubungan dengan suatu pengerjaan proyek ya kak.
Yap, sesuai dengan tujuan dibuatnya aplikasi ini.
Saya bisa memahami orang yang bekerja di proyek pasti beban moral, dan juga tenaga fisik terkuras pastinya ya. Apalagi kalau kerja di proyek zaman belum ada teknologi. Untung ada Tomps ya mas jadi manajemen proyek bisa terukur.
Sudah saatnya pakai teknologi canggih dong..
Urusan dengan proyek ini memang cukup rawan. Untunglah jika masih banyak orang2 kayak bapaknya Mas Rizky yang punya pendirian teguh. Semoga teknologi semacam Tomps ini bisa meminimalisir tindak kecurangan.
Harapan sih memang begitu, Mas, agar proyek ini tidak lagi ditakuti karena rawannya.
Ngomongin proyek meskipun nggak familiar tapi sedikit banyak tahulah bagaimana peliknya. Dengan perkembangan teknologi seperti penggunaan aplikasi manajemen proyek semacam Tomps semoga perencanaan hingga pelaksanaannya lebih lanacr dan minim ‘gangguan’
proyek konstruksi ini memang rawan penyelewengan. Kalau kata senior-senior saya “kasihan kalau anak istri di kasih makan pasir” untuk mengingatkan jangan sampai deh melakukan penyelewengan/korupsi, terutama dari bidang konstruksi
pakai aplikasi Tomps ini buat mantau proyek bakal lebih mudah dan praktis, lebih memudahkan kerjaan nih jadinya.
Tetangga saya beda satu rumah seorang kontraktor. Beberapa waktu terakhir subuh bahkan dini hari didatangi suplier, rekanan juga debt collector terkait pengerjaan proyek yang mungkin terjeda akibat pandemi. Sampai ngeri saya dengar orang teriak-teriak nagih hutang.
Aturan pihak yang berurusan dengan proyek demi efektivitas dan efisiensi pakai aplikasi manajemen proyek Tomps ini ya…agar semua berjalan lebih lancar
Manajemen proyek juga punya aplikasinya ya Mas… bener2 internet of things di segala lini yahh. Emang perusahaan kontraktor seperti itu denda keterlambatan dan bisa diblacklist pula nama perusahaannya ya. Kl dari sisi yg menggelontorkan dana untuk itu rugi juga sih bila sudah keluar uang banyak tp pekerjaan blm jd. Untung sekarang udah ada aplikasi Tomps ua
Jadi pimpinan proyek itu cukup ribet dan menantang, ya.
Zaman now bisa kebantu banget karena adanya aplikasi tomps.
Cerita tentang Bapak memang layak dibagikan…
Pasti bangga sama bapak, ya.
Alhamdulillah, makasih kak..
Mantapp nihh, omku juga orang proyek dan kebanyakn waktunya di lapangan, waktu sama anak dan istri jadi kurang. ngebayangin kalau pake aplikasi manajemen ini mungkin bisa lebih efisien waktunya yaa jadi weekend bisa di rumah