[Kisah Nyata] Kasih Sayang yang Telah Menjadi Usang

[Kisah Nyata] Kasih Sayang yang Telah Menjadi Usang

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Sebuah berita yang cukup memprihatinkan. Sebuah berita yang sepatutnya tidak terjadi. Sebuah berita yang tertulis di sini. Sebuah berita yang juga menjadi sebuah cerita.

Tersebutlah seorang laki-laki bernama L, sebut saja begitu. Ayo, sebut apa tidak?!

L punya hubungan dengan seorang perempuan yang bernama P. Juga sebut saja begitu. Ayo, sebut sekarang!

Mereka menjalin hubungan kasih sayang yang terjalin melalui media sosial. Media ini tidak selalu harus dari jurusan ilmu sosial lho! Bahkan yang ilmu eksakta pun bisa menggunakan media sosial. Kalau media sosial dibatasi hanya dari jurusan ilmu sosial, maka akibatnya bisa terjadi. Halah, apa lho akibatnya?

Kasih Sayang yang Terus Membentang

Memang, media sosial sebenarnya diciptakan untuk bersosialisasi. Kalau biasanya di dunia nyata, kita bertemu dengan orang lain. Bersalaman dengan mereka, senyum, lalu minta utang, maka di media sosial, dilakukan secara online. Dilakukan melalui media internet. Dan, yang menggunakannya tidak harus suka kornet. Karena kalau cuma penyuka kornet yang pakai internet, maka akibatnya bisa terjadi juga. Halah, apa sih ini?

Awalnya, kenalan lewat media sosial bisa melalui status. Berlanjut ke chatting. Makin intens, percakapan dilakukan tanpa kenal waktu. Siang, malam, pagi, sore, dilalui dengan chat dan chat. Kerjanya cuma dichat dan mengechat, tetapi warna dinding rumahnya kok tidak berubah?

Dari situ, L dan P ini bertemu secara fisik. Frekuensi menjalin cinta dan kasih sayang lewat internet, mau dituangkan ke dunia yang sebenarnya. Mereka bertemu dan layaknya orang pacaran pada umumnya, sampai kebablasan. Melampaui batas.

Sampai berhubungan yang hanya pantas dilakukan oleh suami istri, L dan P melakukannya juga. Atas dasar suka sama suka. Baku cinta. Baku memberikan kasih sayang.

Milik P yang paling berharga pun diserahkan begitu saja kepada P, eh, salah inisial, maksudnya L. Dan, L pun tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Seperti kucing yang tersaji ikan goreng di depannya, tinggal sikat. Tinggal gigi. Kok malah jadi tinggal sikat gigi?

Akibat Perbuatan

Hubungan yang tidak seharusnya memunculkan masalah. P pun H, alias hamil. Masa hamil mau dikasih inisial juga?

Waduh, kalau sudah begitu, bagaimana? Pihak keluarga pun akhirnya mengetahui. Mereka mengambil jalan untuk menikahkan keduanya. L dan P sepakat dinikahkan.

Awalnya, L tidak setuju. Dia mau nikah siri saja. Sebab, L akan masuk tentara. Dalam aturan yang ada, tentara pemula tidak boleh menikah dulu.

Keluarga P tidak setuju. Pokoknya harus nikah secara resmi, legal, dan diketahui masyarakat. Ya, sudahlah. Hari H disepakati. Tempat juga disepakati.

Namun, hal yang aneh pun terjadi. Kejadian yang sangat-sangat mengagetkan. Ketika acara mau berlangsung, L justru tidak hadir! Dia menghilang! Lenyap bagaikan ditelan tarkan, aduh, maksudnya ditelan bumi.

Bagaimana pula ini? Masa acara pernikahan tidak ada pengantin prianya? Tamu-tamu sudah berdatangan. Mereka justru tidak menemukan kebahagiaan yang biasa terpancar pada kedua mempelai dan keluarganya, tetapi yang tampak adalah kesedihan. L tidak hadir, menghilang, dan raib!

P menangis. Dia duduk di pelaminan, bukan dengan senyum mengembang dan cantik, melainkan dengan air mata. Ditatap hadirin, membuat suasana jadi mengharu biru.

Pihak keluarga perempuan marah, sangat marah. Mereka menumpahkan emosinya dengan menutup jalan di depan tempat acara itu. Memakai alat-alat yang ada, jalanan betul-betul ditutup oleh mereka. Otomatis, motor tidak bisa lewat, mobil juga tidak bisa lewat, begitu pula kereta api dan pesawat terbang, tidak bisa lewat karena memang jalurnya tidak lewat situ!

Tindakan Selanjutnya

Penutupan jalan akibat kemarahan ketidakhadiran L betul-betul tidak main-main. Ya, iyalah. Kalau dibiarkan, maka akan sangat mengganggu pengguna jalan lain. Apa kesalahan para pengguna jalan itu sampai ditutup jalannya? Apakah karena mereka, L tidak hadir? Apakah L tidak hadir karena sakit, izin, atau alpa? Sentar-sentar, ini kok malah bahas sekolah?

Kapolsek setempat pun turun tangan. Dia tidak langsung membuka penutupan jalan itu, tetapi dengan dialog. Pakai kepala dingin dan hati yang lapang.

Mediasi dilakukan. Kapolsek ingin menghadirkan L dan keluarganya. Namun, tak disangka, L memang sudah menghilang dari rumahnya! Begitu pula orang tuanya. Dengar-dengar sih, mereka berdua ke luar kota. Mungkin juga keluar pulau. Sedangkan jika keluar negeri, rasanya tidak mungkin.

P menangis sedih karena dia adalah anak yatim piatu. Kehilangan kedua orang tua membuat kesedihannya makin menjadi. Mungkin, jika keduanya masih hidup, acara pernikahan akan jadi makin semarak. Namun, begitulah, yang utama L malah lenyap.

Lalu, apa yang dilakukan oleh kapolsek? Dia memberikan arahan selama sepekan menunggu L. Jika tidak muncul, maka polisi yang akan mencarinya! L bisa menjadi buronan. Waduh!

Hal yang Bisa Diambil

Apa yang bisa diambil dari kejadian di atas? Tentunya yang utama dan pertama adalah selalu berhati-hati. Apalagi lewat media sosial, segala sesuatu bisa dilakukan.

Kedua, berhati-hati kembali. Karena jika saran pertama tadi tidak diperhatikan, maka langsung saja ke saran yang kedua.

Laki-laki seperti L itu adalah contoh laki-laki yang sangat tidak bertanggung jawab. Kalau toh dinikahkan nanti, apakah ada jaminan dia akan tetap bertanggung jawab sebagai suami dan kepala keluarga?

Semoga kejadian nyata seperti di atas tidak terjadi lagi. Pada dasarnya, menikah ketika hamil itu ada yang berpendapat tidak dapat dilakukan.

Nanti anaknya juga tidak bisa disandarkan kepada bapaknya. Dalam Islam, anak yang diakui itu adalah setelah menikah. Bila belum menikah, tetapi sudah punya anak, maka diistilahkan dengan “anak di atas kasur”.

Anak yang lahir sebelum menikah, jika perempuan, maka walinya bukan laki-laki yang menghamili ibunya. Walinya nanti adalah wali hakim. Kalau si laki-laki yang menghamili ibunya jadi wali, maka nikahnya tidak sah. Syarat adanya wali tidak terpenuhi. Jika nikahnya tidak sah, itu ‘kan namanya berzina juga. Ya ‘kan?

Oleh karena itu, semestinya menikah saat hamil harus dihindari, meskipun alasannya karena kasih sayang. Begitu juga dengan menikah ketika kuliah, ini juga semestinya tidak dilakukan. Lho, kok bisa Mas? Ya, ‘kan semestinya nanti tunggu pulang kuliah dulu, baru menikah. Masa sementara di ruang kuliah sambil mendengarkan penjelasan dosen, malah menikah? Yang ribut saja bisa dilempar penghapus kok, apalagi ini bikin acara di tengah-tengah ruang kuliah? Hadeh…

kamis-menulis

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

9 Comments

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.