Dua Buku Motivasi dalam Menjalani Hidup Sebagai Kepala Keluarga

Dua Buku Motivasi dalam Menjalani Hidup Sebagai Kepala Keluarga

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Istilah “buku motivasi” mungkin baru saya kenal waktu masih mahasiswa tahun 2003. Ketika itu saya baru saja bergabung dengan MLM dari China, Tianshi alias Tiens. Orang yang menawari saya bergabung adalah teman SMA, sebut saja inisial huruf depannya H, huruf belakangnya A, nama panggilannya Haka. Lho, kenapa depannya pakai inisial huruf kalau ternyata ditulis nama panggilan?

H ini melihat saya mampu untuk menjalankan bisnis tersebut. Dia melihat pribadi saya PD bertemu dengan banyak orang. Awalnya saya memang tidak mengerti sama sekali tentang MLM, apalagi Tianshi itu, wajar dong! Dia datang ke rumah saya sambil membawa laptop dan mempresentasikan bisnis tersebut.

Modal untuk bergabung lumayan mahal, 500 ribu untuk bintang dua, dan dua juta untuk bintang tiga. Padahal bintang tujuh di apotek tidak semahal itu lho!

Tentu saja, sebagai mahasiswa yang masih culun (lucunya mengalun), saya tidak punya uang sebesar itu. Darimana saya dapat uang? Namun, H memperkenalkan saya kepada konsep bisnis tanpa modal. Ternyata bisa juga lho kita berbisnis tanpa modal, lebih tepatnya tanpa modal uang.

Dia menjualkan produk-produk Tianshi yang harganya lumayan itu ke banyak pelanggan. Luar biasa juga, produk yang paling murah seharga 60-an ribu, yaitu: teh, berhasil dia jual ke banyak orang, sampai jadi pelanggan pula. Sementara, kebanyakan orang kalau mau sehat, pasti mikirnya yang murah-murah dulu deh. Padahal, kesehatan itu tidaklah murah, sedangkan marah berpengaruh kepada kesehatan. Nah!

Akhirnya, saya pun bisa sampai bintang tiga. Lho, caranya? Dia membeli produk-produk Tianshi di stokist dengan akun saya. Secara otomatis, poin belanja saya makin meningkat dengan sendirinya. Lama-kelamaan, semakin bertambah hingga bintang tiga itu. Berarti saya ibaratnya sudah membeli produk-produk Tianshi sebanyak dua juta. Wah, hebat juga saya ini! Halah, memuji diri sendiri.

Membeli Buku Motivasi

Agar bisnis MLM makin lancar, selain saya membeli apa namanya itu ya, pokoknya semacam brosur yang berisi gambar-gambar produk dan marketing plan, harganya lima ribu saja satu pak, saya harus menghadiri pertemuan-pertemuan. Yang paling sering namanya OPP alias Open Plan Presentation. Tiap ikut saya harus membayar lima ribu. Dulu, tempatnya di salah satu ruangan kecil apartemen Jogja, saya lupa namanya.

Pada giliran selanjutnya di gedung KFC dekat SMA saya, yaitu: SMA Negeri 6 Yogyakarta. Selain sebagai sekolah negeri, juga sekolah ngeri, karena terkenal dengan tawurannya. Eits, saya tidak pernah ikut tawuran. Saya adalah remaja baik-baik yang mencoba untuk menjalani hidup dengan baik-baik. Hem, baiklah..!

Sebenarnya, taktik untuk mengajak downline itu lewat OPP. Mempresentasi orang, memfollow up, lalu mengundangnya ke OPP. Untuk awal-awal mungkin dibayari dulu lima ribu rupiah. Diperkenalkan dulu produk-produk Tianshi yang katanya hebat-hebat itu.

Dikenalkan pula konsep bisnisnya, dari bintang tiga sampai delapan. Selanjutnya Browse Lion, Silver Lion, Golden Lion. Kalau Lion Air, saya belum pernah naik waktu itu. Tidak lupa, dikenalkan dengan para leader yang sudah sukses di bisnis ini.

Saya termasuk semangat untuk mengikuti OPP. Buktinya, saya bisa berpakaian rapi, bahkan berjas, pinjam punya bapak saya. Mengenakan sepatu pantofel, pokoknya keren, lah. Sedangkan upline saya, H itu tadi, dia masih berpakaian biasa. Bebas rapi. Kalau bebas parkir, itu biasanya ada di Monopoli.

Nah, penyemangat bisnis MLM selain ikut pertemuan, juga mendengarkan kaset-kaset, masih zamannya kaset, dan membaca beberapa motivasi. Ada yang judulnya “Mencari Kawan dan Mempengaruhi Orang Lain” karangan David Carnegie. Ada juga “Skill with People” karangan Les Giblin. Dua buku itu menjadi kunci untuk motivasi. Keduanya masih terjangkau saku saya, lah. Tidak perlu merogoh hingga ke basement saku demi membelinya. Cukup di permukaan saja.

Pada dasarnya, saya ini Alhamdulillah memang suka membaca sejak SD. Awal buku yang saya baca judulnya “Bagaimana Menghadapi Orang Sulit?”. Itu buku bapak saya. Jadi, meskipun saya masih SD, tetapi baca buku-buku dewasa. Eits, buku dewasa tidak harus menjurus ke sana, tetapi yang materinya memang lebih pas untuk orang dewasa. Kadang suka terbalik juga sih, ada orang dewasa yang hobinya baca buku anak-anak.

Membaca buku-buku motivasi seperti dua judul tadi, saya memang jadi bersemangat. Apalagi bahasanya memang terasa menyihir. Ketika saya down, baca buku itu jadi termotivasi lagi. Apalagi memang masalah yang muncul dari bisnis itu ternyata bukan dari orang luar, melainkan dari keluarga sendiri. Bapak saya menentang keras saya ikut MLM. Hal itu wajar, karena IP pertama saya 2,7. IP pertama langsung jeblok, gara-garanya termasuk ikut Tianshi itu.

Bapak benar-benar keras. Ketika tahu suatu malam saya baru saja pulang dari OPP, beliau menemukan sepatu di dalam tas. Padahal memang saya sembunyikan agar beliau tidak tahu saya ikut OPP. CD-CD video bisnis dihancurkan oleh bapak memakai palu. Bahkan kepala saya mau dipukulnya juga dengan benda tersebut.

Mau tak mau, dan memang harus mau, bisnis tersebut terlalu berat, saya memutuskan berhenti. Fokus kuliah. Bapak mengecam saya untuk tidak main-main dengan kuliah karena biayanya sangat mahal. Saya masuk di Fisipol UGM, jurusan Ilmu Administrasi Negara, dengan biaya masuk lebih dari enam juta. Tahun 2003, jumlahnya sangatlah lumayan untuk bapak saya yang berprofesi sebagai PNS.

Dan, akhirnya saya menyadari bahwa ridho orang itu itu lebih penting. Sangat tidak nyaman jika menjalani hidup, menjalankan bisnis, tanpa ridho orang tua. Kalau Ridho Rhoma mungkin tidak perlu ada ridho orang tua, karena ‘kan namanya Ridho Rhoma, masa mau diganti nama belakangnya?

Setelah Menikah

Mungkin kamu menduga bahwa buku motivasi yang saya miliki setelah menikah adalah buku bacaan semacam di atas itu. Oh, salah! Tidak harus buku yang seperti itu. Dua buku yang saya ceritakan di sini memang erat sekali dengan kehidupan saya dan keluarga.

Perlu diketahui, saya menikah tahun 2011. Betul-betul memakai uang sendiri karena mengikuti jejak om saya di Kendari. Saya berutang ke teman, adik kelas ketika kuliah dan berutang pula ke negara. Wuih, sampai bermohon ke presiden? Oh, tidak sejauh itu, Ferguso, cukup hanya lewat bendahara kantor. Saya berutang ke teman dua juta, ke bendahara juga dua juta. Alhamdulillah, tidak lama setelah menikah, utang tersebut lunas.

Dalam menjalani kehidupan sebagai suami dan sekarang ayah tiga anak laki-laki semua, dua buku ini memang memotivasi saya. Dua buku motivasi ini juga bisa menyimpan suka duka. Seandainya dua buku ini bisa bercerita, niscaya saya akan lari. Buku benda mati kok bisa bercerita, jelas menyeramkan, lah.

Buku Nikah

buku-motivasi-1

Buku yang pertama dan menjadi modal dasar untuk membina rumah tangga adalah buku nikah. Ini jelas dokumen yang menandakan bahwa pernikahan saya legal, baik secara hukum agama Islam maupun negara.

Dalam buku warna coklat dan merah itu, tersimpan perjanjian yang agung. Orang tua istri menyerahkan anaknya kepada saya dengan cara baik-baik. Saya menjadi penanggung jawabnya sekarang di dunia dan akhirat.

Memang berat sih mengemban amanah itu. Tapi, lebih berat lagi teman saya. Selain mengemban amanah, dia juga mengemban Aminah. Janda beranak satu lagi waktu dinikahi. Beda dengan saya yang menikahi gadis.

Pernikahan sederhana saya tahun 2011 memang tidaklah mewah. Yah, namanya juga nikah sederhana. Kami tidak sampai mengundang artis papan atas, cukup tokoh masyarakat yang rumahnya memang masih papan. Yang penting ‘kan inti dari walimah tersebut adalah pengakuan masyarakat. Saya sudah menikah, jadi bagi para gadis, jangan terlalu kecewa dan patah hati ya!

Ada satu bentuk pengucapan ikrar di buku nikah, yaitu: sigat ta’liq. Pernah teman saya, mungkin saking groginya, justru menyebutkan sigat talaq. Lah, baru saja nikah, kok mau talak?

Ada empat hal yang disebutkan dalam sigat ta’liq, yaitu: jika meninggalkan istri selama dua tahun berturut-turut, tidak memberi nafkah wajib selama tiga bulan, menyakiti badan, dan tidak mempedulikan istri selama enam bulan atau lebih. Jika istri tidak ridho, lalu mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama, membayar sepuluh ribu rupiah, maka bisa jatuh talak satu.

Semoga saya tidak sampai melakukan empat hal itu. Kalau toh melakukannya, jangan saya, orang lain saja. Eits, jangan juga, lah. Cukuplah sigat ta’liq tercantum tulisannya di buku nikah, jangan diwujudkan.

Buku Tabungan

buku-motivasi-2

Buku kedua yang menjadi motivasi saya dalam berumah tangga dan menjalankan peran sebagai kepala keluarga adalah buku tabungan! Motivasinya tentu saja adalah menambah saldo di dalamnya. Dalam jangka panjang, buku tabungan itu bermakna mempersiapkan biaya pendidikan anak-anak. Apalagi jelas biaya pendidikan akan makin naik. Biasanya, orang tua akan berpikir, nanti anaknya akan belajar di sekolah negeri atau luar negeri ya? Kalau sekolah negeri itu berarti punya pemerintah. Sedangkan kalau di luar negeri, berarti sekolah swasta.

Kaitannya dengan buku tabungan, awalnya sih saya memakai BRI untuk menerima gaji. Selama bertahun-tahun pakai itu. Namun, kini sudah tidak lagi pakai. Sekarang memakai BSI. Sedangkan untuk transaksi online, saya memakai aplikasi BNI. Bank yang terakhir ini saya rasa paling cocok untuk bisnis maupun kebutuhan lainnya. Ini sekadar pendapat saya, orang lain boleh beda. Lebih tepatnya, boleh beda pendapat, boleh juga beda pendapatan.

Buku tabungan BNI menyimpan kisah yang cukup miris juga. Saya tidak menyangka, ternyata kejadian saat saya masih jomblo terjadi juga setelah saya menikah. Lebih tepatnya di bulan Oktober tahun lalu. Uang di rekening saya habis, tidak tersisa sama sekali alias tidak bisa ditarik lagi. Nominalnya sih masih ada sedikit, tetapi itu tadi, tidak memenuhi ketentuan untuk ditarik lewat ATM. Mesin ATM-nya pun susah ditarik dengan tangan.

Lha kok bisa sampai habis betul? Memang di bulan Maret dan Juni, saya mengeluarkan anggaran lumayan besar untuk suatu kebutuhan. Nah, pada bulan Oktober, kebutuhan untuk perjalanan dinas sangat tinggi, sementara anggaran dari kantor belum bisa dicairkan. Ketika itu, saya harus ke Jakarta untuk menghadiri suatu pertemuan nasional.

Pada akhirnya, saya meminjam teman sebesar delapan juta rupiah. Itu untuk kebutuhan membeli tiket pesawat, maklum belum punya pesawat sendiri, menginap di hotel, transportasi dalam kota, dan uang saku di sana. Saya juga harus memporsikan uang untuk istri saya. Jadi, uang sebesar itu saya rasa pas, lah.

Ketika saya ditransfer teman uang pinjaman tersebut, sempat mengelus dada. Ya Allah, ternyata baru kali ini saya berutang cukup besar. Selama menikah, Alhamdulillah selalu masih ada uang di rekening. Tidak sampai berutang. Lha kok ini sampai ngutang lho! Ya, mau bagaimana lagi, memang sudah begitu jalannya. Ada teman yang baik banget mau meminjami uang.

Seandainya saya pinjam ke orang tua, ini jelas tidak enak. Bisa-bisa nanti ibu saya mengatakan tidak perlu dibayar, diberikan begitu saja. Wah, itu lebih tidak enak lagi! Jangan sampai saya jadi anak yang memberatkan orang tua. Saya pun memutuskan tidak mau melakukannya. Soalnya, pernah saya pinjam uang ke ibu, rupanya diberikan dan saya tidak perlu mengganti. Kamu sendiri pernah begitu?

Alhamdulillah, semua utang sudah lunas. Tidak hanya ke Jakarta, tetapi kebutuhan lain saya pinjam ke teman tersebut. Dia pun tidak mempermasalahkan saya mau bayar kapan, tetapi saya tetap harus mengerti, lah.

Buku Lainnya

Buku-buku motivasi lain jelas ada sebagai bekal saya sebagai suami dan kepala keluarga. Mungkin lain kali akan dibahas dalam tulisan juga. Yang jelas, buku nikah dan buku tabungan menjadi penyemangat saya, bahwa kebahagiaan keluarga itu memang harus diperjuangkan. Satunya dari sisi rohani, satunya dari segi materi.

Mungkin lho ya, biasanya antara buku nikah dan buku tabungan itu menyimpan ending yang berbeda. Kalau buku nikah, endingnya bahagia atau happy ending karena menjalani walimah atau pesta pernikahan yang meriah. Sedangkan buku tabungan, endingnya sedih alias sad ending karena lebih banyak kosong daripada isinya. Betul begitu?

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

5 Comments

  1. sekarang udah tidak lagi sering lihat buku tabungan. soalnya sudah dikirimi rekening korang di email.
    Sekarang masih jualan kalsium Pak?

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.