Berburu untuk Diri Sendiri dan Orang Lain: 30 Hari Jadi Manfaat

Berburu untuk Diri Sendiri dan Orang Lain: 30 Hari Jadi Manfaat

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Tahun 2008, saya lulus kuliah dari Fisipol UGM. Sebelum lulus kuliah, bapak saya sudah mewanti-wanti, pokoknya saya harus ke luar Jawa. Anak laki-laki harus merantau, katanya.

Awalnya, saya tidak mau. Saya ingin di Jogja saja, menjadi pengusaha atau penulis, begitulah, sesuai minat dan kesukaan saya. Namun, akhirnya saya memilih untuk menuruti keinginan bapak. Saya yakin, rida orang tua adalah ridanya Allah juga.

Hal yang Dirindukan

Selama saya di Sulawesi Tenggara, Alhamdulilah, sudah menetap lebih tepatnya di Kabupaten Bombana dan bekerja dengan penghasilan tetap, saya memang merindukan momen kebersamaan dengan orang tua. Apalagi saat bulan suci Ramadan ini, wah, kenangan indah bersama mereka melayang-layang di kepala saya!

Salah satunya adalah ajaran dari orang tua dalam menyambut Ramadan. Kata ibu saya, perlu yang namanya “padusan”. Itu adalah tradisi yang ada di orang Jawa untuk mandi bersih, mandi besar mungkin, sebelum memasuki bulan suci Ramadan. Biasanya, mandi sore, karena maghrib sudah berganti waktu menurut kalender Hijriyah. Dan, ketika jadi orang Jogja, saya sudah tahu kapan puasa karena ikut Muhammadiyah. Besoknya puasa sudah tahu sebelumnya.

Saat sudah tidak tinggal dengan orang tua, saya tidak melakukan “padusan” lagi. Mandi, ya, mandi biasa. Tradisi itu akhirnya hilang dengan sendirinya pada diri saya. Begitu juga dengan keluarga kecil saya. Menikah dengan orang Bugis, mana tahu mereka tentang tradisi itu?

Namanya bulan suci, ya, harus dengan kondisi jiwa dan raga yang suci pula. Saking ingin menyucikan diri menjelang Ramadan, saya pernah menangis sendiri di garasi rumah. Jelas saat masih tinggal bersama orang tua.

Ketika akan adzan Maghrib untuk masuk 1 Ramadan, saya menangis karena teringat dosa dan kesalahan kepada orang tua. Saya ingin meminta maaf, sungkem kepada bapak dan ibu. Saya menangis teringat betapa besar kesalahan kepada mereka berdua.

Namun, permintaan maaf itu tidak jadi saya lakukan. Soalnya, ada kakak dan adik saya. Kalau hal itu saya lakukan, mungkin kesannya jadi aneh. Karena saya sendiri yang begitu. Kakak dan adik biasa-biasa saja tuh. Makanya, saya hapus air mata saja dan masuk ke kamar.

Dari semangat “padusan” dan niat mau meminta maaf kepada orang tua, saya merangkumnya bahwa di bulan Ramadan ini memang menjadi bulan yang menyucikan jiwa. Nah, untuk menuju ke sana, bulan Ramadan ini mau diisi dengan apa? Apa mau diisi hanya dengan makan, minum, waktu sahur, makan dan minum waktu berbuka puasa?

Atau kebiasaan saya dulu, tiap selesai sholat Subuh, mengantuknya luar biasa! Saya tidak tahan kalau tidak tidur. Rumah sudah sepi, bapak, ibu, kakak, adik, masuk kamar semua. Lampu diredupkan. Ya, sudah, kalau tidak tidur, malah saya bingung mau bikin apa? Saya belum banyak terpikir untuk tadarus Al-Qur’an. Karena pas mengaji juga, mengantuk malah makin hebat melanda.

Mengambil dan Menyebarkan Manfaat

30-hari-jadi-manfaat-5

Apa yang bisa kita manfaatkan selama bulan suci Ramadan ini? Apakah manfaatnya hanya memindahkan waktu makan? Ada status teman Facebook saya yang kira-kira bunyinya begini: Wah, makan yang dirindukan waktu bulan Ramadan adalah makan siang!

Status tersebut sebenarnya memang tidak ada faedahnya. Tidak ada manfaatnya. Orang sudah tahu yang namanya puasa pasti tidak makan siang, kecuali puasa bedug yang dilakukan anak kecil yang belum baligh. Atau malah orang muslim dewasa sendiri yang tidak puasa? Hem..

Manfaat lainnya dari bulan Ramadan adalah bisa berkumpul bersama di masjid dalam momen salat Tarawih. Untuk urusan yang satu ini, saya teringat dengan para remaja masjid di kampung. Mereka mengelola anak-anak kecil yang ikut salat Tarawih di sebuah rumah yang dipinjam dari penduduk setempat.

Hal yang mengherankan, para remaja itu justru tidak salat di masjid, tetapi memilih untuk ke rumah itu. Nyatanya, di sana juga tidak ikut salat, tetapi sibuk mengatur anak-anak. Waduh! Saya tepuk jidat saja deh.

Para remaja itu lebih suka kumpul-kumpulnya waktu salat Tarawih dan tidak melakukan salat itu sendiri. Mereka sibuk cerita, sibuk main game, dan ada pula yang sibuk pacaran. Anak-anak yang diatur juga diteriaki, bahkan sedikit diberi tindakan keras. Hem, apa jadinya kalau anak-anak kecil itu nanti jadi phobia dengan salat? Merasa tidak nyaman, akhirnya tidak salat sekalian. Jangan sampai hal itu terjadi!

Manfaat lainnya, yang lebih benar, tentu saja adalah aspek ibadah dan spiritual. Orang jadi menjalankan ibadah yang susah dimasuki riya. Orang puasa itu yang tahu hanyalah dirinya dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Susah dibedakan bukan dari segi fisik orang yang sedang berpuasa dan tidak? Tidak selalu orang yang berpuasa itu lemas dan tidak selalu pula orang yang tidak berpuasa itu tidak bersemangat.

Adapun dalil tentang puasa Ramadhan sudah kita hafal mati. Sebab, sering kita baca di berita Google maupun mendengar ceramah di awal-awal bulan suci ini. Dalilnya adalah:

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan bagimu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan kepada umat sebelummu agar kamu bertakwa. (Q.S. Al Baqarah 183).

Dalil yang kuat tentang puasa ini memang membuat orang yang tadinya jarang berpuasa, misalnya puasa Senin-Kamis, tiga hari tiap bulan Hijriyah, bahkan yang lebih elok lagi adalah puasa Daud, menjadi ikut berpuasa. Saya merasakan ada perbedaan di kantor tempat kerja saya. Para laki-lakinya terlihat berpuasa. Buktinya, mereka tidak merokok atau terlihat merokok di depan teman-teman.

Yah, kita tidak bisa menghukumi yang tidak terlihat bukan? Alhamdulillah, itu menjadi suatu perkembangan yang bagus. Semoga kebiasaan merokok mereka bisa terhenti suatu saat nanti.

Ramai orang berpuasa, namun menyisakan sebuah dilema juga. Terutama dengan ibadah yang lebih kuat dan menjadi dasar yang jelas tentang keislaman seseorang. Perkara itu adalah salat. Ibadah yang satu ini, sering sekali diremehkan orang. Padahal waktunya lebih pendek, lebih mudah, dan lebih nyaman.

Puasa itu lebih berat, harus menahan makan, minum, berhubungan suami istri, dari subuh sampai maghrib. Hal itu membutuhkan waktu sekitar 14 jam. Sementara salat? Apakah sampai mencapai 14 jam? Mencapai 1 jam saja sudah termasuk hebat. Selama saya hidup, belum pernah mengikuti salat berjamaah satu jam. Salat sendiri juga belum pernah.

Alhasil, jadi bertanya-tanya, ibadah puasa yang lebih membutuhkan tenaga itu dijalankan, tetapi salat kok malah tidak? Sering muncul pula pertanyaan kepada para ustaz, “Bagaimana orang yang berpuasa, tetapi tidak salat?”

Jawabannya biasanya begini, “Puasanya tetap sah, tetapi dia mendapatkan dosa besar.”

Nah, ‘kan jadinya merugi. Berpuasanya pun belum tentu mendapatkan pahala, mungkin pula malah kurang di sana-sini, bahkan yang lebih parah cuma mendapatkan lapar dan haus, serta nafsu syahwat yang tertahan, tetapi pahalanya lenyap. Orang puasa tetapi berbohong, menggosip, memfitnah, dan sederet perbuatan dosa lain bisa menggerus pahala puasa.

Ditambah pula dengan dosa meninggalkan salat. Para ulama pun berpendapat bahwa salat ini menjadi pembatas antara kekafiran dan keimanan. Orang yang tidak salat, apalagi yang meremehkan dan menganggap tidak apa-apa ditinggalkan, maka jatuhnya bisa kepada kekufuran. Ini mengerikan dan benar-benar tidak bisa dianggap remeh.

Mungkin orang yang meninggalkan salat, tetapi puasa Ramadan itu, merasa masih beriman. Namun, bagi Allah belum tentu. Bagaimana nanti di akhirat ternyata sudah dicap keluar dari Islam? Naudzubillah min dzalik.

Bagi Diri Sendiri

Konsep 30 hari jadi manfaat sangat cocok dan pas diterapkan di bulan suci Ramadan. Mungkin bulan puasa ini bisa 29 hari, tetapi esensinya tetaplah digenapkan 30 hari alias satu bulan. Lalu, bagaimana penerapannya 30 hari jadi manfaat itu?

Masih terkait dengan paragraf-paragraf sebelumnya, untuk membangun kemanfaatan dalam waktu 30 hari tidak bisa tidak, harus dimulai dari diri sendiri. Bagaimana kita mau memberi manfaat kepada orang lain kalau diri sendiri belum merasa bermanfaat? Bagaimana kita mau memikirkan orang lain, sementara diri sendiri tidak kita pikirkan?

Sebuah hadits mengajarkan kepada kita:

Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanadnya yang baik dari Miqdam bin Ma’di Yakrab radhiyallahu anhu berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, Makanan yang engkau makan untuk dirimu sendiri adalah sedekah. Apa yang kau berikan untuk anak-anakmu maka bagimu pahala sedekah, dan makanan yang kamu berikan untuk pembantumu, kamu mendapatkan pahala sedekah pula.”

Manfaat selama satu hari, dua hari, satu pekan, sampai 30 hari, dapat diterapkan di bulan Ramadan ini adalah salat. Lho, salat? Bukankah memang harus salat? Yap, benar, tetapi yang lebih khusus lagi adalah salat berjamaah di masjid dengan takbiratul ihram bersama imam.

Sebenarnya tidaklah pas 30 hari, tetapi 40 hari. Kalau yang ini ada dalilnya:

Siapa yang melaksanakan shalat karena Allah selama empat puluh hari secara berjamaah, ia tidak luput dari takbiratul ihram bersama imam, maka ia akan dicatat terbebas dari dua hal yaitu terbebas dari siksa neraka dan terbebas dari kemunafikan.” (HR. Tirmidzi, no. 241. Syaikh Al-Albani menyatakan bahwa hadits ini hasan dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 2652)

Saya teringat dengan kisah Said ibnul Musayyab rahimahullah. Beliau adalah pembesar tabiin. Dalam biografinya, beliau tidak pernah tertinggal takbiratul ihram bersama imam selama 60 tahun! Masya Allah. Sekali lagi, selama 60 tahun, beliau selalu berada satu tempat dan waktu dengan imam ketika memulai salat berjamaah di masjid.

Itu adalah prestasi yang sangat luar biasa mengagumkan. Sangat jarang orang sekarang ada yang bisa seperti itu. Jangankan 60 tahun, 60 hari saja belum tentu bisa. Sebab, selalu saja ada halangannya untuk meniru Said.

Bolehlah kita cek keseharian. Saat dengar azan, mungkin sebagian kita bermalas-malasan. Ah, nanti-nanti saja deh! Masih ada urusan. Masih banyak pekerjaan. Masih ada pertemuan. Ketika sudah terdengar iqamat, barulah kita buru-buru untuk ambil air wudu. Eh, ternyata pas mau ambil air wudu, mau kencing dulu. Tambah tertunda lagi. Dan, akhirnya dapat dipastikan, salat berjamaah di masjid terlambat sudah.

Mungkin kita masuk di rakaat kedua atau ketiga dalam salat semacam zuhur atau asar. Bisa jadi pula masuk ketika rakaat terakhir, waktu imam posisi sudah mau salam. Atau terlambat sekalian. Imam sudah mengakhiri salat, kita baru mulai salat sendiri.

Bayangkan seandainya itu absen sidik jari ketika kita masuk kantor. Terlambat satu atau dua menit saja, tunjangan sudah dipotong. Makin banyak terlambat, makin banyak potongan. Lama-lama di bulan berikutnya, eh, tunjangan kita yang biasanya penuh, tercabik-cabik di sana-sini. Belum membayar utang, cicilan, dan lain sebagainya. Andaikan bisa masuk kantor tepat waktu, maka bisa diminimalisir pemotongan tersebut.

Dalam momen Ramadan yang mulia ini, kita dapat menerapkan mengambil manfaat selama 40 hari tidak tertinggal takbiratul ihram bersama imam. 30 hari dilakukan di bulan Ramadhan, sementara sisanya diteruskan di bulan Syawal. Apakah bisa? Insya Allah bisa. Saya lihat dari waktu-waktu yang ada, cukup mudah untuk melakukannya. Tentunya ini juga membutuhkan taufik dan hidayah dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, tidak semata-mata dari diri kita sendiri.

Kita mulai dari salat subuh. Waktu subuh adalah saat mulai puasa. Kita sudah sahur, mungkin sendiri atau bersama keluarga, berakhir di waktu ini. Subuh adalah imsak yang sebenarnya. Jadi, kalau bunyi imsak dibunyikan, itu rata-rata sepuluh menit sebelum azan subuh. Untuk jaga-jaga bolehlah, agar membereskan yang belum beres, mengenyangkan yang belum kenyang.

Dari situ, terlihat tetangga berjalan di depan rumah. Subuh di masjid ketika Ramadan lebih ramai daripada bulan biasa. Masa kita tidak cepat-cepat ke masjid? Masa kita kalah dengan anak-anak kecil yang bersemangat untuk salat di rumah Allah tersebut? Malulah kita kalau sampai tertinggal.

Rasa malu itu mendorong kita untuk cepat-cepat gosok gigi, berwudu, berpakaian yang pantas ke masjid, salat sunah sebelum subuh, dan lain sebagainya. Ditambah dengan berdoa atau membaca Al-Qur’an sebelum benar-benar mulai salat, itu tambah cakep, deh!

Waktu Lainnya

Salat berikutnya, zuhur, juga dapat dicapai takbiratul ihram bersama imam. Biasanya, kalau bulan biasa, kita mulai merasa lapar sebelum tengah hari. Akhirnya, kita sempatkan dulu ke kantin atau warung makan, kemana, lah, untuk memuaskan rasa lapar dan dahaga kita. Menunggu makanan datang ke hadapan kita, butuh waktu untuk menghabiskan hidangan itu, akhirnya sampai juga ke suara azan zuhur. Terlambat lagi deh untuk takbiratul ihram bersama imam.

Beda dengan ketika puasa. Merasa lapar dan haus sudah dirasakan sejak pagi. Jadi, waktu siang hari, ya, sama saja. Lebih baik dalam kondisi seperti itu, mengetahui jam dinding atau di tangan mendekati jam 12 siang, maka kita siap-siap untuk salat. Terlebih, kantuk yang mulai datang dibasuh dengan air wudu menjadi segar kembali.

Dalam bulan puasa, waktu kerja selalu berkurang. Ini sudah aturan legal. Kalau di tempat saya, dari jam delapan pagi hingga jam 3 sore. Hari biasa sampai jam 4 sore. Nah, karena dikurangi itulah, maka kita bisa pulang lebih cepat. Sebelum pulang, lebih baik lagi singgah salat dulu di masjid. Jadi, ketika sampai di rumah, perasaan lebih lega.

Pulang kantor jam tiga, sedangkan waktu azan jam tiga lebih sepuluh atau lima belas, membuat kita cukup waktu untuk persiapan. Efeknya, kita bisa takbiratul ihram bersama imam.

Saat maghrib, tentu saja berbuka puasa. Takbiratul ihram bersama imam akan lebih masuk dan terasa ketika kita berbuka puasa di masjid. Setelah mengeringkan tenggorokan dan mengisi perut ala kadarnya, dalam kondisi sudah berwudu sebelumnya, tinggal kita ikuti saja arahan imam untuk memulai salat. Biasanya juga, waktu berbuka sebelum azan. Artinya, matahari memang sudah terbenam, tetapi azan belum dikumandangkan. Lebih lowong lagi waktu untuk mengejar takbiratul ihram dengan imam.

Dan, salat terakhir adalah Isya. Ini juga mudah, karena semangat untuk mengikuti salat tarawih. Sejak salat isya, sudah standby di masjid. Takbiratul ihram bersama imam pun bisa dilakukan.

Penggambaran seperti itu, dari Subuh sampai Isya, memang kondisional. Kondisi yang disesuaikan juga dengan masing-masing orang. Ada yang bisa bertahan selama dua hari takbiratul ihram, ada juga yang lebih lama. Namun, esensinya sama. Bulan suci Ramadan adalah bulan penyemangat untuk beribadah. Semangat kita untuk puasa dan salat pun meningkat. Hal itu membuat kita juga termotivasi untuk mengejar takbiratul ihram bersama imam. Apalagi keutamaannya adalah dibebaskan dari sifat munafik dan dari api neraka. Masya Allah.

Manfaat yang Lebih Luas

Islam adalah agama sosial. Kalau cuma saleh untuk diri sendiri, kok rasanya tidak cocok, ya? Kita lihat sejarah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Beliau adalah orang yang paling saleh di muka bumi waktu itu. Namun, beliau tidak berhenti untuk menjadi saleh sendiri. Beliau berdakwah, mengajak orang kepada tauhid, mengesakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dan menghindari kesyirikan.

Ketika kita sudah mulai bisa rutin takbiratul ihram bersama imam, datang ke masjid bahkan sebelum adzan, maka ada beberapa hal yang dapat kita lakukan. Misalnya: azan itu sendiri. Panggilan azan ini tidak main-main. Suara kita yang dipancarkan melalui pengeras suara, membuat orang datang, maka kita dapat pahala juga dari orang tersebut. Apalagi kalau yang datang banyak, pasti banyak juga dapat pahalanya, Insya Allah.

Manfaat lainnya adalah kita dapat membersihkan masjid sedikit demi sedikit. Sambil menunggu waktu salat, kita bisa menyapu lantai masjid. Membuat orang nyaman ketika nanti bersujud, juga tanda kebaikan.

Dan, masih banyak lagi manfaat ketika kita menjaga agar bisa takbiratul ihram bersama imam. Duduk setelah salat sunah antara azan dan iqamat, itu adalah waktu mustajabnya doa. Masya Allah, waktu ketika doa-doa lebih cepat didengarkan dan dikabulkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Sampai di sini, apakah hanya ibadah salat dan puasa saja manfaat yang dapat kita ambil selama bulan suci Ramadan? Tentunya tidak, karena bulan suci Ramadan adalah bulan untuk berbagi. Paling mudah, ya, berbagi senyuman kepada orang-orang, terlebih keluarga kita yang tercinta. Berbagi selanjutnya adalah berbagi harta. Dapat berupa makanan buka puasa, mukena, Al-Qur’an, baju muslim, dan lain sebagainya.

Terinspirasi dari Video

Saya mendapat inspirasi untuk jadi manfaat di bulan suci ini melalui sebuah video. Teman saya mengunggah sebuah video di grup WA. Tentang seorang ibu penjual minuman kesehatan yang terkenal dengan “bakteri baik” itu. Namanya Bu Sinar. Ibu tersebut menjual di pinggir jalan. Harganya 10 ribu rupiah satu kemasan yang terdiri dari lima botol.

Laki-laki yang memvideokan itu menantang sang ibu untuk membagi-bagi gratis jualannya ke para pengguna jalan atau orang-orang di sekitar. Memakai logat Makassar atau orang Bugis, percakapan mereka terjadi dan tercapai kesepakatan. Pokoknya berapapun nanti yang habis, akan dibayar oleh si laki-laki tukang video.

Dalam video muncul tulisan-tulisan atau caption. Di antaranya Bu Sinar berjualan dari pagi sampai malam demi membantu keluarganya. Beliau juga pantang meminta-minta, salut dengan perjuangannya untuk mencari nafkah.

Sebuah pesan juga muncul yang berbunyi: “Sahabat, kadang kebaikan itu memang harus dipaksakan. Berbuat baik dengan cara yang sederhana.”

Orang-orang tentu saja menyambut baik produk tersebut dijual gratis. Yah, namanya juga orang Indonesia, siapa sih yang tidak suka gratisan? Hehe..

Tidak cuma pengendara motor, tetapi juga pejalan kaki. Bahkan ada yang berlari-lari menyambut minuman tersebut yang dibawa oleh Bu Sinar.

Saat sudah dibagi-bagi semua, laki-laki tukang video itu bertanya, “Berapa yang biasa didapat?”

Bu Sinar menjawab, “Biasa 100 ribu.”

Tadi, si laki-laki mengetahui bahwa semua jualan Bu Sinar dihargai Rp250.000,00. Nah, dia ingin menawar. Tentu, Bu Sinar bertanya, “Berapa?”

Eh, bukannya kurang dari harga semula, malah bertambah. Laki-laki itu mengatakan, “300.”

Bu Sinar tambah senang dan mengatakan, “Alhamdulillah, bukan ditawar namanya kalau begitu.”

Ketika ditanya, “Bagaimana perasaannya?”

Seketika Bu Sinar berubah ekspresi. Dari yang tadinya penuh senyum dan bahagia sekali menjadi tangis yang penuh keharuan. Matanya berubah merah dan mulai bersimbah air mata. Menutup kedua mata dengan kedua tangan. Sedikit sesenggukan sambil menatap ke kamera.

Ketika saya pertama melihat video itu, saya langsung menangis. Masya Allah. Ibu Sinar yang tadinya dengan senyum dan bersemangat membagikan jualannya kepada orang-orang berubah terharu dan menangis hingga menyedot rasa terharu saja juga. Saya ikut menangis, ikut merasakan betapa senangnya Bu Sinar mendapatkan rezeki nomplok.

Video tersebut saya unggah di sebuah akun TikTok yang saya pegang. Ada tiga akun yang saya kelola. Saat diunggah, saya berikan keterangan di dalam video: Kepedulian Terhadap Sesama. Ditambah dengan tulisan: Masya Allah, siapa yang tidak menangis terharu melihat perjuangan ibu yang satu ini? Tambah dengan tagar #ibu, #berjuang, #keluarga, #pejuang.

Saya mulai posting pada tanggal 7 April 2020 jam 10.09 WITA. Sampai dengan sekarang, dari data analitik, sudah diputar sebanyak 871 ribu. Orang yang menyukai sebanyak 90,7 ribu. Orang yang berkomentar mencapai 2.206. Dan, yang share sebanyak 679.

Masya Allah, video itu menjadi sangat viral. Berkat video itu pula, terjadi penambahan followers dan likers. Akhirnya, bisa melebihi 1.000, bahkan sudah tembus 2.000. Dari situ, akun TikTok saya tersebut diberikan fasilitas untuk live. Sesuatu yang tidak bisa dicapai kalau followers di bawah 1.000.

Selain membuat terharu, bersimbah air mata, video tersebut juga memunculkan komentar-komentar yang sedikit nyeleneh. Misalnya: yang komentar laki-laki, tetapi mengaku menangis juga. Ada pula yang mempertanyakan kejantanannya karena katanya laki-laki kok menangis? Ada juga yang bertanya, apakah puasanya batal karena sudah menangis.

Sebagai admin, saya berusaha untuk membalas setiap komentar. Memberikan like yang di situ berupa simbol love warna merah. Komentar-komentar awal berupa: “Terima kasih orang baik.” Selain itu, doa-doa yang baik dipancarkan dari tulisan mereka. Mendoakan abang yang membuat video, mendoakan Bu Sinar yang diberikan donasi, dan tidak luput saya sendiri yang mengunggah video tersebut. Mereka juga mendukung saya untuk menampilkan konten-konten video yang positif semacam itu. Alhamdulillah, doa-doa kebaikan semua.

Sementara yang bertanya, seperti apakah batal puasa atau tidak kalau menangis? Saya menjawab tidak, kecuali air mata tersebut masuk ke dalam mulut dan ditelan pula.

Video tersebut tidak seperti konten-konten viral yang menampilkan wajah si pembuat konten. Tidak sama sekali. Wajah si tukang video sama sekali tidak terlihat. Hanya suara yang jelas terdengar dan Bu Sinar yang menjadi fokus utama dari video. Ada sih yang mempertanyakan, kenapa kalau berbagi harus divideokan sih? Saya menjawabnya sederhana saja: Kan wajah si pembuat video tidak terlihat, Kak. Jadi, lebih bisa menjaga keikhlasan.

Hal lain yang membuat video tersebut viral adalah lagu tanpa musik berjudul “Bunda” yang dulunya dinyanyikan oleh Melly Goeslaw. Sekarang dinyanyikan oleh laki-laki dengan pembawaan yang bagus pula. Perpaduan visual dan audio yang ciamik, membuat orang yang menonton tanpa terasa air matanya menitik.

Ketika ada teman lain mengetahui bahwa video tersebut sangat viral di TikTok, dia mengungkapkan fakta yang sebenarnya. Katanya, ada seorang ikhwan diberikan uang dari ustaz atau gurunya sebanyak 300 ribu rupiah. Pokoknya uang itu mau diberikan kepada siapa saja, terserah.

Mulailah ikhwan tersebut berkeliling, di mana dan siapa yang pantas mendapatkan uang tersebut? Nah, dia menemukan seorang ibu penjual minuman kesehatan itu. Tadinya sih laki-laki itu mengamati sang ibu yang masih banyak jualannya, sementara sore semakin larut. Sebentar lagi berbuka puasa. Tergerak hatinya untuk ikut membantu. Selama divideokan, mungkin laki-laki itu dan Bu Sinar tidak menduga akan membuat penontonnya tumpah air mata. Dari hati yang tulus dan ikhlas ingin membantu, Insya Allah, menjadi pesan kebaikan bagi banyak orang melalui media TikTok.

Ada satu lagi video yang saya unggah di akun TikTok yang sama. Ini juga tentang seorang ibu bernama Utami. Beliau berjualan bakso tusuk, dari pagi hingga siang belum banyak yang habis.

Hal yang membuat miris adalah Bu Utami sering diutangi jualannya oleh orang, tetapi nyatanya dia dibohongi. Ada dua orang laki-laki yang memproduksi video ini. Satunya memegang kamera, satu lagi memegang kertas yang berisi dagangan Bu Utami dibagikan secara gratis.

Seperti video pertama, yang ini cukup laris. Langsung cepat ludes karena memang gratis. Menurut caption di video, Ibu Utami berasal dari Jogja. Sudah sembilan tahun tinggal di Makassar bersama suaminya. Menurut beliau, menjual adalah bentuk ibadah. Menyambung hidup agar keluarga bisa sejahtera.

Dalam video yang kedua ini, tidak ada tangisan dari sang ibu. Alhasil, saya yang menonton juga tidak ikut menangis. Bu Utami mengucapkan terima kasih kepada donatur yang sudah membantu. Beliau mengucapkannya sambil tersenyum.

Dari data analitik, video yang ini diputar sebanyak 12,3 ribu, disukai oleh 1.371 orang, komentar sebanyak 44 orang dan dishare sebanyak 11 orang.

Dua video tersebut menginspirasi saya dan berharap kamu juga bahwa yang dianggap miskin atau ekonomi menengah ke bawah, ternyata mereka berjuang dengan harga diri mereka. Pantang meminta-minta, mengemis, atau menjual kehormatan wajah mereka. Berdagang atau berjualan adalah simbol perjuangan mereka agar bisa makan dan menyambung hidup yang keras ini. Ikhtiar mereka luar biasa, karena berharapnya langsung kepada Allah. Kalau pembeli tidak ada, maka langit yang akan diketuk melalui doa-doa dan harapan mereka.

Berjualan juga membuat manfaat bagi orang lain. Membantu orang lain mendapatkan barang atau jasa yang mereka butuhkan, lalu si penjual mendapatkan keuntungan dari situ. Jadi, kalau barang belum laku, itu pertanda belum ketemu jodohnya saja.

Jadi Manfaat untuk Umat

Dalam momen bulan Ramadan yang masih berlangsung ini, sangat bagus menggunakan 30 harinya untuk menjadi manfaat bagi umat. Bisa dimulai dari diri sendiri dengan menjaga takbiratul ihram bersama imam, merutinkan salat sunnah, berbagi konten positif dan mencerahkan, semoga itu jadi manfaat untuk banyak orang. Dan, donasi yang dapat diwujudkan dengan dana maupun tidak.

Saya mulai dulu dengan donasi tanpa dana. Untuk yang satu ini, saya masih teringat dengan salah seorang aktivis perempuan yang tinggal di Bombana. Waktu itu dia masih gadis, sementara saya sudah menikah. Namanya Fitri Karmila. Biasa saya panggil Mbak Fitri. Sebenarnya kurang cocok dipanggil “Mbak” karena dia adalah orang Padang.

Mbak Fitri menyatakan diri ingin siaran pendidikan. Ketika itu, ada sebuah pemancar radio FM bernama Radio Cakrawala Muslim. Gelombangnya 100 FM. Radio itu berada dalam sebuah lingkungan pesantren. Saya diangkat oleh pimpinan pondok sebagai Station Manager. Tugas dan tanggung jawab adalah sebagai kepala studio. Saya diberikan posisi seperti itu karena saya memang bisa siaran dan bisa mengelola program-program radio.

Cukup kaget juga waktu tiba-tiba ada perempuan yang datang ke kantor studio. Ingin siaran lagi. Wah, bagaimana ini? Sementara ini adalah lingkungan pondok? Masa di dalam ruangan siaran berdua saja?

Ustadz Akbar sebagai pimpinan ponpes mendapatkan solusi. Beliau menyuruh para santri untuk menemani siaran. Mereka ikut masuk ke dalam studio. Jadi, antara saya dengan Mbak Fitri tidak terhitung ikhtilat.

Rupanya, para santri itu bosan juga. Mereka keluar satu persatu. Aduh, bagaimana ini? Mau dihentikan siaran sudha tanggung karena sementara berjalan. Dari jam empat sampai lima sore, siaran itu dilakukan secara live.

Topik yang dibahas seputar keluarga dan pendidikan orang tua alias parenting. Format acaranya sih seperti acara talkshow pada umumnya. Memaparkan materi sampai 15 atau 20 menit, setelah itu sesi tanya jawab.

Sebagai MC sekaligus moderator, saya merasakan sepi sekali interaksi dari para pendengar. Mungkin mereka masih bingung atau bagaimana seputar tema parenting dan keluarga. Bukankah biasanya itu lebih cocoknya untuk masyarakat perkotaan besar? Sedangkan di tempat hanya masih berupa kabupaten yang masih begitulah.

Saya mengakali agar terlihat ada pertanyaan pendengar, dengan mengirimkan SMS dari HP saya ke HP studio. Saya bertanya yang sesuai dengan tema. Tindakan tersebbut membuat ada SMS yang masuk di HP milik studio. Kalau sudah begitu, saya dengan mantap berkata, “Sebentar, Mbak, ada yang bertanya lewat SMS!”

Mbak Fitri tampak senang. Berarti acaranya didengarkan juga, sampai ada pertanyaan yang masuk. Padahal, belum tahu dia, saya sendiri yang kirim SMS!

Seingat saya, acara itu cuma dilangsungkan selama dua kali saja. Sepekan sekali, berarti menjadi dua pekan. Ini lagi-lagi seingat saya lho.

Dari kenangan siaran itu, saya menangkap bahwa Mbak Fitri memang sosok yang rajin untuk berbagi. Rajin juga untuk menjadi manfaat bagi orang lain, bahkan banyak orang. Dia melihat media radio adalah sarana yang sangat tepat. Ketika itu, kalau saya tidak lupa, adalah tahun 2012.

Ketika awal kenalan, saya bertanya darimana dia? Mbak Fitri menjawab bahwa dia berasal dari Dompet Dhuafa. Wah, Dompet Dhuafa? Setahu saya, Dompet Dhuafa itu adalah lembaga sosial yang bergerak dalam penyaluran dana umat. Sebatas itu saja sih.

Ternyata, Dompet Dhuafa sudah didirikan cukup lama. Pendirian Yayasan melalui Akta No. 41 Tanggal 14
September 1994. Pendirian tersebut di hadapan Notaris H. Abu Yusuf, S.H. Diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia No. 163/A.YAY.HKM/1996/PNJAKSEL.

Dompet Dhuafa dikukuhkan sebagai Lembaga Amil Zakat Tingkat Nasional melalui Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No. 439 Tahun 2001 tanggal 8 Oktober 2001. Isinya adalah Pengukuhan Dompet
Dhuafa sebagai Lembaga Amil Zakat tingkat Nasional.

Tidak hanya tentang zakat, Yayasan Dompet Dhuafa juga ditetapkan sebagai Nazhir Wakaf dan Nazhir Wakaf Tunai. Terjadi pada tahun 2011 dan 2015.

Yayasan Dompet Dhuafa memang telah membuktikan kiprahnya sebagai pemberi manfaat ke begitu banyak orang. Tercatat ada tiga juta lebih orang merasakan manfaat dari Dompet Dhuafa ini.

30-hari-jadi-manfaat-1

Hal yang membuat saya makin yakin dengan Dompet Dhuafa adalah tidak hanya di Indonesia, tetapi juga merambah sampai ke negara-negara lain. Mulai dari Australia, Filipina, Hong Kong, Jepang, Malaysia, Korea Selatan, Spanyol, sampai Amerika Serikat. Jadi, kalau kita belum pernah ke negara-negara tersebut, paling tidak donasi kita bisa sampai juga ke sana, hehe..

Menurut sumber dari Dompet Dhuafa sendiri, dana yang dihimpun mencapai 370 miliar rupiah! Jangan bayangkan sebanyak apa itu uang 370 milyar. Apalagi kalau ditukar dengan kerupuk misalnya, berapa kaleng didapatkan? Aduh, sampai sebegitunya!

30-hari-jadi-manfaat-2

Dana sebesar itu, bagaimana dengan penyalurannya? Nah, kamu bisa lihat sendiri di bawah ini ya!

30-hari-jadi-manfaat-3

Meskipun wilayah yang dijangkau penyalurannya sangat luas, Dompet Dhuafa mampu membuktikan bahwa penyaluran termasuk efektif.

30-hari-jadi-manfaat-4

Lima Pilar Dompet Dhuafa

Dalam menjalankan aktivitasnya, Dompet Dhuafa terbagi lima pilar program:

Pendidikan

Contoh dari pilar ini adalah berbentuk: SMART Ekselensia Indonesia, E-Tahfizh School, Beastudi Indonesia, Makmal Pendidikan, Sekolah Guru Indonesia, Institut Kemandirian, Pusat Belajar Anti Korupsi, Komunitas Filantropi Pendidikan, School for Refugees, PAUD Pengembangan Insani.

Kesehatan

Contohnya: Gerai Sehat, Pos Sehat, Unit Klinik Terapung. Selain itu masih ada rumah sakit, yaitu: RS. Rumah Sehat Terpadu, RSIA Sayyidah, RS. AKA Medika Sribhawono, RS. Lancang Kuning, RS. Mata Achmad Wardi, RS. Kartika, RS Kontainer.

Ekonomi

Contoh di antaranya adalah: Pertanian Sehat, Peternakan Rakyat, UMKM Kreatif, Social Trust Fund, Agroindustri, Sentra Ternak, Kebun Pangan Keluarga, Cash for Work.

Sosial

Dalam bidang sosial, Dompet Dhuafa sudah melakukan: Layanan Masyarakat, Disaster Management Centre,
Tebar Hewan Kurban, Advokasi Publik, Pusat Bantuan Hukum, Youth for Peace, Satgas Covid-19 (CEKAL CORONA), Tebar Hewan Kurban.

Dakwah dan Budaya

Pilar yang kelima contohnya adalah: Corps Da’I Dompet Dhuafa, Badan Pemulasaran Jenazah, Pesantren
Muallaf, Kampung Silat Jampang, Jampang English Village.

Dua Bentuk Jadi Manfaat Melalui Dompet Dhuafa

Dompet Dhuafa adalah lembaga ZISWAF dari Indonesia yang diakui oleh Pemerintah Suriah untuk menyalurkan bantuan. Kepercayaan tersebut sangatlah penting karena menjadi jalan untuk kita berdonasi ke negara-negara Timur Tengah yang memang membutuhkan bantuan.

Selain kepercayaan dari pihak di luar negeri, berdonasi melalui Dompet Dhuafa juga melegakan hati. Prosesnya mudah, karena serba online.

1. Langsung Berdonasi

Agar bisa berdonasi, kamu perlu membuka website dompetdhuafa.org. Masuk ke button bertuliskan “Donasi” untuk menuju ke menu profil.

30-hari-jadi-manfaat-6

Ketika sudah melewati button Donasi, maka yang akan muncul seperti ini:

30-hari-jadi-manfaat-7

Oleh karena donasi melalui Dompet Dhuafa ini dapat dilakukan secara online, maka yang penting ada jaringan internet, bisa dikirim. Lalu, kapan waktu yang lebih utama? 30 hari jadi manfaat, waktu kapan yang lebih pas untuk berdonasi agar benar-benar jadi manfaat untuk orang lain?

Sedekah Subuh adalah jawabannya. Mengeluarkan sebagian harta kita di waktu sebelum terbit matahari. Itu adalah waktu yang termasuk terbaik untuk berdonasi atau berinfaq.

Dalil tentang sedekah Subuh ini ada di sini:

Setiap datang waktu pagi yang dialami para hamba, ada 2 malaikat yang turun, yang satu berdoa: “Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfaq.” Sementara yang satunya berdoa, “Ya Allah, berikanlah kehancuran bagi orang yang kikir.” (HR. Bukhari 1442 & Muslim 2383).

Hadits tersebut diartikan sedekah harus dilakukan di pagi hari, bagi sebagian orang. Sebabnya, ada dua malaikat yang turun di pagi hari mendoakan orang yang berinfaq.

Namun, menurut Ustadz Amri Nur Baits, dalam hadits tersebut tidak disebutkan malaikat hanya mendoakan orang yang berinfaq di pagi hari. Dapat dipahami pula, malaikat mendoakan orang yang berinfaq di hari itu. Ustadz Amri mengambil kesimpulan bahwa sedekah atau infaq dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja. Kamu sendiri punya pendapat yang bagaimana?

Terlepas dari beda pemahaman atau penafsiran, itu bukanlah masalah. Yang menjadi masalah adalah terus berdebat tentang esensi atau makna, tetapi justru malah tidak berinfaq. Contohnya orang yang berdebat qunut Subuh itu bagian dari sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam atau tidak, tetapi justru keduanya tidak salat Subuh. Ini ‘kan kacau namanya.

Kalau bagi saya, sedekah di pagi hari memang mempunyai banyak keuntungan. Saya menyebutnya obat anti mengantuk. Pada bulan suci Ramadan, setelah sahur perut kenyang, bahkan sangat kenyang. Perut juga terisi air dalam jumlah yang mungkin cukup banyak. Pokoknya, tidak ada lagi tempat tersisa, begitu istilahnya.

Nah, salat Subuh berjamaah di masjid, setelah itu muncullah rasa kantuk. Ini wajar karena perut kenyang, kantuk pun datang. Apalagi suasana pagi hari yang sepi, tidak tahu mau melakukan apa, ditambah lampu rumah yang dibuat redup kembali, akhirnya kembali ke pulau kapuk.

Hal itu terjadi waktu saya masih tinggal dengan orang tua. Hampir tiap selesai Subuh, selalu mengantuk luar biasa. Memilih tidur kembali, bangun sekitar jam delapan pagi. Subhanallah, ternyata tidak ada nyaman-nyamannya tidur setelah Subuh. Badan terasa berat, pokoknya sangat-sangat tidak enak.

Teman-teman saya juga mengaku seperti itu. Siapa yang tidur lagi setelah Subuh, badan justru jadi lemas dan tambah malas. Saya jadi ingat doa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam:

“Ya Allah berkahilah untuk umatku waktu pagi mereka.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah).

Waktu pagi adalah simbol semangat hidup. Badan masih segar, pikiran masih kencang. Setelah istirahat semalaman, kini saatnya bangkit untuk menyongsong kehidupan.

Selain itu, kita mengenal bahwa rezeki dibagi-bagi di waktu pagi. Ada pembagian rezeki macam begini, kok malah memilih tidur lagi? Ada bagi-bagi sembako saja orang berebutan, ini rezeki yang lebih daripada sekadar sembako, malah dihindari, hadeh.

Semestinya memang jangan lagi punya kebiasaan buruk tidur lagi setelah Subuh. Kalaupun sangat mengantuk, ditahan saja, nanti baru tidur setelah terbit matahari. Namun, biasanya orang yang tidur setelah Subuh memang tidak punya banyak kegiatan. Dia memilih tidur kembali karena bingung mau bikin apa juga?

Kuncinya bisa menerapkan sedekah di pagi hari. Kalau perlu, langsung ambil sedekah dalam jumlah yang besar. Setor atau berikan di waktu pagi setelah Subuh, sebelum terbit matahari. Kok langsung ambil jumlah besar?

Saat bersedekah dalam jumlah besar, maka otak akan langsung merespons dengan sikap siaga. Otak akan berpikir, benarkah ini sedekah? Benarkah dalam jumlah sebesar ini? Apa tidak rugi nanti? Bagaimana setelahnya? Apakah akan langsung terganti atau bagaimana?

Pikiran semacam itu dapat menjadi penerang pikiran sehingga tidak mengantuk. Kita jadi berpikir, jika sedekah banyak, dengan kebutuhan kita yang lain bagaimana? Misalnya menyumbang masjid, untuk anak dan istri bagaimana? Sudah cukup?

Sedekah yang besar akan memanaskan hati kita, ibaratnya memanaskan kendaraan bermotor. Bahwa sedekah ini memang bukan perkara main-main. Orang yang meninggal dunia saja kalau diberikan kesempatan hidup lagi akan memilih untuk bersedekah kok! Karena mereka tahu keutamaannya. Sedekah itu berguna untuk orang lain, lebih berguna lagi untuk diri kita sendiri.

Pahala sedekah juga lebih cepat sampai ke diri kita daripada sampainya ke orang yang menerima. Jadi, bersedekah saja di waktu pagi agar kantuknya hilang. Perkara uang memang termasuk sensitif. Apalagi di zaman sekarang alias jaman now. Mencari tidak mudah, kok langsung mau disedekahkan begitu saja? Itu perkara berat, dan akan mudah dilakukan oleh orang yang beriman dan bertakwa yang tebal.

Selain itu, bersedekah di pagi hari adalah simbol tanda syukur kita kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kita sudah melewati kematian sementara, dihidupkan kembali oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Betapa banyak orang yang meninggal dunia ketika tidur. Akhirnya tidurnya itu menjadi tidur yang terakhir dalam hidupnya karena tidak bangun-bangun lagi.

Rasa syukur juga bertambah karena di pagi hari kita diberikan rezeki dari Allah. Ada bagi-bagi rezeki di waktu pagi. Berkah, berkah, berkah. Nah, keberkahan rezeki itu akan semakin terasa nikmat dan sedap jika dikeluarkan sebagian dalam bentuk sedekah, donasi, infaq, wakaf, atau bahkan zakat. Terserah sesuai kebutuhan kita, intinya ada harta yang keluar dari kita.

Memberikan sebagian harta kita akan lebih mudah jika kita punya mobile banking. Kalau kamu belum punya, buruan bikin saja karena kepraktisannya sangat luar biasa. Kita tidak perlu keluar rumah untuk ke ATM kalau hanya ingin kirim uang. Praktis, cukup dari HP yang sering kita pegang melebihi memegang pasangan sendiri itu lho, hehe!

Melalui situs dompetdhuafa.org, kamu bisa menyalurkan harta sesuai lima kebutuhan di atas, yaitu: donasi, zakat, sedekah, wakaf, dan qurban. Kalau sudah sampai nisabnya, maka zakat yang lebih wajib. Apalagi pada momen bulan suci Ramadan yang akan berakhir, zakat fitrah tentu lebih wajib.

Kalau sudah membayar zakat atau penyaluran harta lainnya melalui Dompet Dhuafa, lalu bagaimana laporannya? Nah, ini dia! Dompet Dhuafa menggunakan media yang sudah jadul, yaitu: email. Kok email?

Media yang satu ini memang menjadi dasar untuk media lainnya. Untuk menggunakan Android di ponsel, kita memerlukan alamat emai. Untuk membuat akun media sosial, kita juga butuh email. Apapun kebutuhan digital kita, butuh email. Makanya, email adalah media kunci, selain nomor HP.

Memakai email yang tetap bisa digunakan sebagai evaluasi diri sendiri. Apakah penyaluran harta kita melalui Dompet Dhuafa sudah banyak atau belum? Kalau belum banyak, kapan diperbanyak? Kalau sudah banyak, kapan diperbanyak lagi?

Menjadi Fundraiser

Mungkin kita dianugerahi kenalan yang banyak, baik di dunia maya maupun nyata. Mungkin juga kita punya followers atau pengikut sampai ribuan hingga jutaan. Nah, mengapa tidak dimanfaatkan untuk kebaikan? Apakah teman yang banyak atau followers itu hanya untuk gaya-gayaan? Semoga saja tidak.

Menjadi fundraiser adalah peluang selanjutnya untuk 30 hari jadi manfaat. Menyebarkan kebaikan dari donasi yang ada di Dompet Dhuafa. Untuk yang ini, perlu membuka situs aksikebaikan.com. Mendaftar untuk mendapatkan akses login. Setelah itu, dapat membuat target baik donasi maupun jumlah donatur.

Menurut keterangan yang ada di website, aksikebaikan.com adalah kanal donasi online Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa yang berfokus pada peningkatan kualitas masyarakat marjinal melalui model pendidikan berkualitas.

30-hari-jadi-manfaat-8
Dashboard AksiKebaikan.com

Selain menyebarkan kebaikan lewat donasi, kita juga bisa dapat komisi sebesar 5 %. Nah, menurut admin dari program tersebut di Whatsapp, dana sebesar 5% itu dari dana taktis Dompet Dhuafa. Jadi, tidak mengambil dari dana donasi para donatur.

30-hari-jadi-manfaat-9

Untuk menjadi fundraiser, tinggal klik gambar dan masuk ke menu selanjutnya.

30-hari-jadi-manfaat-10
Penjelasan Dana Terkumpul dan Targetnya

30-hari-jadi-manfaat-11

 

30-hari-jadi-manfaat-12

 

30-hari-jadi-manfaat-13
Dapat Mengedit Judul Donasi
30-hari-jadi-manfaat-14
Dapat Mengedit Link Donasi

Yang Lebih Penting: Konsisten

Memacu untuk jadi manfaat selama 30 hari memang tidak mudah. Dimulai dari diri sendiri dengan cara rajin salat berjamaah dan tidak tertinggal takbiratul ihram. Lalu diperluas dengan menebarkan kebaikan untuk orang lain atau menebar manfaat bagi orang banyak, 30 hari adalah waktu yang tepat, terlebih di bulan suci Ramadan ini.

Namun, yang lebih penting daripada itu adalah apakah hanya 30 hari jadi manfaat? Apakah hanya berhenti di bulan suci Ramadan? Menjaga salat berjamaah dan takbiratul ihram pertama bersama imam akan lebih bagus kalau dilakukan konsisten seumur hidup sampai ajal menjemput.

Menyebarkan manfaat, dengan cara menjadi fundraiser melalui Dompet Dhuafa, dilakukan konsisten melalui media sosial kita. Yah, daripada media sosial dipakai untuk posting status-status yang tidak jelas atau tidak bermanfaat, lebih bagus yang bermanfaat, lebih baik yang bisa jadi manfaat. Mungkin awalnya tidak banyak orang tertarik, tetapi dengan konsistensi kita, lama-kelamaan lihat saja hasilnya.

Dan, yang pasti, Dompet Dhuafa adalah tempat yang tepat untuk mengaplikasikan 30 hari jadi manfaat tersebut, melalui donasi kita. Eits, jangan dulu langsung donasi yang notabene sunnah, yang wajib dulu mesti kita tunaikan. Contohnya adalah zakat. Dompet Dhuafa siap menampung zakat kita, baik zakat fitrah, zakat mal, zakat penghasilan, hingga zakat emas. Selain itu, wakaf sumur, sekolah, rumah sakit, pesantren, masjid, THR guru honorer, dan masih banyak yang lainnya. Ayo, manfaatkan zakat dan berdonasi di Dompet Dhuafa!

“Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Jadi Manfaat yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa.”

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.