Antara Duta Baca dan Guru

Antara Duta Baca dan Guru

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Sebuah momen pertama kalinya untuk saya, menjadi juri pemilihan duta baca tingkat SMP di Kabupaten Bombana. Bagaimana cerita serunya?

Bicara tentang duta, artinya adalah utusan atau orang yang diutus untuk melakukan sesuatu. Betul bukan? Maka, arti dari duta baca adalah orang yang diutus oleh instansi terkait, bisa dalam hal ini adalah Dinas Perpustakaan, untuk mempopulerkan budaya baca.

Saya diajak untuk menjadi juri oleh salah seorang pejabat di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Bombana. Sudah lama saya kenal dengan beliau, meskipun kenalnya tidak sampai 100 tahun, lah. Walah..!

Acara dibuka oleh MC. Diberikan pula sambutan oleh kepala perpustakaan. Untuk sambutan ini cukup lama dan isinya sudah pernah saya dengar. Mungkin yang lain belum, jadi diulang-ulang, agar menjadi sudah.

Test Wawancara

Pemilihan duta baca ini masih di tingkat SMP terlebih dahulu. Sedangkan untuk SMA atau sederajat, saa tidak tahu. Karena tingkat SMP, boleh diikuti kelas 1 hingga 3. Berarti dari kelas 7 sampai 9.

Pemilihannya melalui beberapa metode. Mereka diharuskan untuk membuat karya tulis, semacam esai begitu. Temanya adalah “Aksi Literasi Wujudkan Bombana Cerdas”. Tulisannya terdiri dari 600-800 kata.

Selain esai, mereka juga harus membuat resensi buku. Ditentukannya buku bebas. Namun, jangan diartikan resensi buku bebas, terus yang diresensi adalah buku tabungan orang tuanya atau malah buku nikah. Apa juga mau diresensi dari dua buku itu?

Ditambah dengan mendapatkan surat tugas dari sekolah, biodata peserta berbentuk CV dan bukan PT. Malah bahas perusahaan!

Seragam yang dikenakan adalah putih biru. Kalau putih hitam, itu seragamnya Pak Jokowi!

Hari ini, Kamis (18/11/2021), test wawancara diadakan. Tempatnya di gedung perpustakaan daerah Bombana yang berlantai dua itu. Sudah pernah ke sana? Coba deh sekali-kali ke sana, walaupun dalam mimpi terlebih dahulu.

Saya bersama dua juri lain. Keduanya guru. Yang satu sudah punya buku cetak. Sebanyak tujuh buku disumbangkan untuk perpustakaan. Luar biasa. Saya saja belum menyumbangkan buku, karena buku yang saya pegang sekarang adalah buku tabungan dan buku nikah. Yah, kembali ke paragraf sebelumnya dong bahas buku tabungan dan buku nikah.

Terlebih dahulu, sebelum saya tampil di panggung, diberikan panduan oleh ibu-ibu dari perpustakaan. Mulai dari poin minimal dan maksimal, kriteria yang masuk penilaian, bahkan panduan wawancaranya pun ada.

Pertanyaan-pertanyaan standar dari motivasi mengikuti duta baca, apa yang mereka ketahui tentang literasi, judul buku yang pernah dibaca, tempat yang paling menyenangkan untuk membaca, sering ke perpustakaan sekolah atau tidak, siapa penulis favorit (jangan saya ya), visi misi nanti setelah terpilih, dan masih banyak lagi.

Awalnya, satu peserta menghadapi tiga juri. Wuih, ini jadi seperti tersangka menghadapi para hakim! Pertanyaan dari dewan juri, terlalu lama karena diurutkan dari juri pertama sampai ketiga. Saya sendiri juri ketiga.

Melihat waktu yang tidak efektif semacam itu, panitia mengubah sistem. Disediakan langsung tiga kursi di depan tiga juri. Peserta duduk di juri pertama, selanjutnya bergeser ke juri lainnya. Begitu sampai habis tiga juri, dia boleh kembali ke rahim ibunya, aduh, maksudnya ke tempat duduknya.

Singkat Saja

Dua juri lain menanyakan hal-hal yang sangat mendetail. Mereka bertanya tentang sesuatu yang mungkin tidak terlalu ada kaitannya dengan duta baca. Sedangkan saya, pertanyaan yang singkat-singkat saja. Seperti motivasi, rencana, menghadapi teman yang tidak suka baca, dan semacam itulah.

Tiap juri diberikan waktu lima menit untuk menanyai peserta. Menurut saya, itu terlalu lama. Saya tidak sampai bertanya selama itu, yang penting saya membaca dari gerak-gerik mereka, pemaparan mereka, gaya bicara, tatapan mata, dan ekspresi. Semuanya bisa terlihat kok, apakah anak itu siap jadi duta baca atau tidak?

Ada beberapa anak yang saya beri poin cukup tinggi. Satu anak perempuan yang lancar menjawab, wawasannya cukup luas, dan tidak grogi. Selain itu, ada anak laki-laki yang suaranya cukup nyaring, agak gemuk, dan tampak percaya diri. Dan, yang paling tinggi, saya berikan 90 sebagai nilai maksimal karena selain wajahnya menarik, penuturannya juga tidak kalah menarik.

Anak yang nilainya hampir semua kriteria 90 itu saya lihat memang kreatif. Ketika saya tanya, bagaimana cara memancing teman-temannya untuk datang ke perpustakaan sekolah, dia menjawab tidak hanya mendatangkan buku, tetapi juga memperindah perpustakaan. Misalnya dengan memasang tanaman-tanaman hias. Itu adalah jawaban yang tidak disampaikan peserta lain atau mungkin terpikir oleh peserta lain.

Dia juga bisa memaparkan buku-buku yang pernah dibaca dari perpustakaan sekolah. Intinya dari awal sampai akhir, sangat meyakinkan.

Oh, ya, masih ada kaitannya dengan tes wawancara ini. Ada lho anak yang jarang sekali pergi ke perpustakaan. Cuma sebulan sekali. Membaca buku juga jarang sekali. Itu seandainya terpilih, kira-kira programnya apa ya nanti jadi duta baca?

Babak Kedua

Panitia mengakumulasi nilai-nilai dari dewan juri. Setelah dijumlahkan, ternyata memang benar. Ada tiga anak yang saya nilai tinggi itu tampil untuk presentasi memaparkan visi dan misi setelah terpilih menjadi duta baca.

Tetap yang mengesankan anak yang saya sebutkan terakhir itu. Dia punya nomor dada 12. Setelah semuanya tampil, dewan juri berembuk bersama panitia. Berbincang-bincang sejenak, memutuskan bahwa anak nomor 12 yang terpilih sebagai pemenang.

Dia lebih unggul daripada dua temannya secara penampilan atau pembawaan. Yang anak perempuan satunya kekurangannya adalah dia tinggal di pulau seberang. Masih wilayah Bombana sih, tetapi keterjangkauan cukup sulit, apalagi menghadapi musim angin di akhir tahun 2021 hingga memasuki awal tahun 2022.

Anak nomor 12 itu tinggal di ibukota Bombana, Jadi, dia akan lebih mudah mobilitasnya sebagai duta baca.

Peran Guru

Saya mengamati, peran guru untuk mendorong muridnya jadi duta baca memang sangat penting. Ada anak yang ditunjuk oleh gurunya untuk menjadi duta baca karena sering ke perpustakaan. Ada pula yang muncul dari keinginan sendiri. Ada niat untuk menggalakkan budaya baca.

Saya mengamati lagi, walaupun didorong oleh guru, tetapi anak-anak yang ikut pemilihan duta baca ini sebenarnya juga guru bagi teman-temannya. Sebab, mereka menjadi spesial, berbeda, dan istimewa karena mengatasnamakan sekolah demi misi yang penting mengembangkan budaya literasi.

Mereka nanti bisa terus mengajak teman-temannya untuk berkunjung ke perpustakaan. Mereka juga perlu menjelaskan pentingnya membaca buku, jangan cuma HP saja yang diurus, yang ujung-ujungnya game online.

Alhamdulillah, acara selesai jam setengah dua siang. Saya sudah tanda tangan mendapatkan honor. Selain itu, saya pulang membawa empat kue juga yang dibungkus tisu dan saya masukkan ke dalam tas.

kamis-menulis

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

6 Comments

  1. Pengalaman yang menginspirasi, dikemas dalam dalam tulisan yang segar dan lucu. Terima kasih telah berbagi pengalaman dan kegembiraan, meskipun tidak kebagian honor dan kuenya. He … he …

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.