Merdeka Bangsaku, Merdeka Guruku

Merdeka Bangsaku, Merdeka Guruku

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Tanpa terasa, sebentar lagi kita akan memperingati Dirgahayu RI lagi pada tanggal 17 Agustus 2022. Bagi yang namanya Agus, mungkin juga akan merayakan tanggal lahirnya di bulan ini. Meskipun tidak selalu begitu.

Ya, sebabnya, yang namanya Agus, belum tentu lahir di bulan Agustus. Begitu pula, dia belum tentu lahir normal, bisa jadi caesar bukan? Dan, tidak selalu yang lahirnya caesar, bisa joget-joget aneh macam Caesar yang dulu pernah menghiasi layar kaca kita. Hah, menghiasi?

Kata “Merdeka”

Menurut pengertian yang ada, “merdeka” itu memang bebas dari penjajahan. Kalau Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, maka saat itu bebas dari cengkeraman bangsa dan negara lain. Ya, dari Belanda, ya, dari Jepang. Pokoknya, Indonesia sudah bisa mandiri sebagai bangsa dan negara sendiri. Bebas dari campur tangan. Namun, kalau ibu-ibu di dapur, tentu saja harus campur tangan kalau mau bikin adonan.

Kegembiraan yang luar biasa dilihat dari sejarah kita. Perjuangan selama ratusan tahun terbayar sudah di tanggal tersebut. Aneka air mata, keringat, darah, hingga nyawa terburai dari para pahlawan. Mereka menggelorakan semangat yang luar biasa untuk mengusir penjajah. Sementara kalau di rumah yang dekat tong sampah, juga butuh usaha luar biasa untuk mengusir lalat.

Dilihat dari usianya, negara Republik Indonesia sudah berusia 77 tahun. Jika ingat angka 77, maka yang saya ingat adalah Es Teler 77. Waktu itu saya menikmatinya di Mall Lippo, Kendari. Es yang sangat manis dan enak, dan tentu saja gulanya cukup tinggi. Maksudnya, gulanya itu tidaklah melebihi kepala saya, apalagi gulanya di lantai tiga. Tidak, bukan seperti itu.

Usia 77 tahun, jelas dikatakan tidak muda lagi. Tidak bisa dikatakan ABG, apalagi ABC atau malah BCA. Itu lebih jauh lagi. Usia 77 tahun bagi bangsa ini adalah sebuah semangat untuk terus mempertahankan kemerdekaan. Mengisinya dengan hal-hal yang bermanfaat. Bukan dengan rebahan saja, meskipun yah, rebahan ada juga manfaatnya. Namun, manfaat tidak rebahan akan lebih banyak lagi.

Sosok Pengisi Kemerdekaan

Salah satu sosok yang berperan penting dalam mengisi kemerdekaan adalah guru. Yang satu ini memang sangat dibutuhkan oleh semua orang. Tugasnya mulia untuk mendidik bangsa menjadi lebih baik. Walaupun untuk mendidik seperti itu, tidak bisa mendadak, apalagi mendadak dangdut. Ini bukan bahas film, he!

Guru tidak selalu berupa profesi. Ada guru yang PNS, ada pula yang bukan. Guru pada dasarnya kita sendiri. Misalnya, orang tua kepada anaknya. Orang tua mengajari anaknya berbicara, berjalan, berlari, makan, bahkan main HP, halah. Akhirnya, anak tersebut mampu melakukan hal-hal yang diajarkan orang tuanya. Begitulah orang tuanya menjadi guru.

Tidak hanya orang tua, tetangga juga bisa menjadi guru. Misalnya, anak kita salah pergaulan dengan tetangga. Ada anak tetangga yang merokok, anak kita ikut merokok. Maka, si tetangga itu menjadi guru bagi anak kita. Tentu saja, guru di sini adalah guru yang buruk. Masa anak kita diajari merokok? Membakar sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Membakar rokok, bisa jadi ikut membakar pahala kita. Waduh!

Nah, ada begitu banyak guru di dunia ini. Kita bisa belajar dari alam sekitar, TV, hewan, tumbuhan, dan banyak lagi lainnya. Tinggal pintar-pintarnya kita memfilter. Mana yang positif, mana pula yang negatif. Kalau yang positif, maka silakan dikarantina. Lho, ini kok malah bahas covid 19?

Guru dalam Mengajar

Memang sih, ada panduan-panduan dalam mengajar bagi seorang guru. Namun, tidak bagi saya. Bahkan, saya sendiri kurang nyaman jika cuma patokan dari buku yang diberikan sekolah. Saya menetapkan metode pengajaran sendiri, termasuk materi-materinya.

Saya mengajar Bahasa Indonesia. Pada tahun ajaran sebelumnya, saya mengajar kelas X dan XI SMA. Itu bukan dibaca kelas eks dan kelas si lho.

Waktu itu, saya memberikan materi tentang literasi, peluang menulis di masa depan, tentang psikologi remaja, permainan teka-teki silang ala Cak Lontong, sampai dengan menonton film horor. Saya menetapkan seperti itu, karena saya lebih suka. Harapannya, mereka lebih luas wawasan maupun pengetahuannya.

Itulah yang saya rasakan sebagai guru yang merdeka. Adapun untuk soal-soalnya pun, saya juga merasa merdeka. Ketika saya tawarkan ke anak-anak kelas X, mau soal pilihan ganda atau pilihan janda, hem, maksudnya soal esai, gabungan pilihan ganda dan esai, mereka memilih yang terakhir. Ya, sudah saya buat saja soal seperti itu. 25 soal pilihan ganda dan 5 esai.

Untuk pilihan ganda, saya menempatkan tidak cuma satu jawaban benar, malah sampai tiga pilihan. Bentuk pertanyaannya pun ada yang lucu. Sayangnya, ada satu murid saya yang tidak mengerti kata “kecuali”. Seharusnya memilih yang bukan, dia malah memilih sebaliknya.

Tujuannya saya membuat soal seperti itu agar murid-murid saya tidak stres, justru merasa terhibur. Alhasil, nilainya pun bagus-bagus dan memuaskan.

kamis-menulis

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

3 Comments

  1. Keren! Merdekalah guruku! Guru tdk terbelenggu oleh buku paket wajib, merdeka menentukan bahan ajar, cara ngajar dan capaian ajar, dan pastinya cukup ajar gak kurang ajar, ya nggak? Hehe..

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.