Ayam dan Godaannya

Ayam dan Godaannya

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Suka ayam goreng? Sama dong! Rasanya yang renyah, kriuk-kriuk, ditambah dengan saos atau sambal, semakin membuat nikmat.

Tidak hanya dari restoran fast food terkenal semacam KFC atau Texas Chicken, bahkan warung kaki lima di pinggir jalan juga sudah menarik. Di tempat saya, ada penjual ayam geprek, lumayan murah. Cuma sepuluh ribu rupiah, dapat nasi sekepal, sambal cukup pedas, satu potongan timun. Sementara ada penjual lain, hanya ayam sepotong harganya sepuluh ribu juga. Tanpa nasi, cuma ada satu bungkus sambal kemasan.

Terasa Lebih Enak

Mungkin kamu merasa, bahwa rasa makanan dari penjual itu lebih enak. Memang sih, saya rasa juga begitu. Apa mungkin karena pengalaman mereka yang sudah bertahun-tahun ya? Sementara kadang istri kamu memasak, rasanya biasa-biasa saja. Tapi, kamu ‘kan tidak bisa protes, “Ma, kenapa masakanmu begini rasanya sih?” Kalau berani begitu, siap-siap digampar! Haha…

Sebenarnya, ada yang tidak kita tahu tentang resep masakan mereka. Ada lho teman FB saya yang sangat menghindari jajan di luar. Sebab, tidak tahu, bagaimana cara mereka mengolah makanannya? Apakah bersih? Apakah higienis? Apakah dan apakah lainnya. Yang kita tahu, makanan tersebut sudah jadi dan siap dimakan. Eits, jangan lupa dibayar ya!

Jika kita memasak sendiri, maka bisa kita tahu kebersihannya. Kita bisa kontrol cara pengolahannya. Jika kurang bersih, ya, dibikinlah supaya bersih.

Bagaimana dengan bumbu-bumbunya? Nah, itu dia juga masalah. Berapa garam yang dia pakai? Terlebih micin atau penyedap rasa. Pasti dong dipakai yang begituan agar rasanya makin mantap. Masa cuma garam sama gula?

Padahal kita tahu, terlalu banyak micin itu tidak bagus. Terlalu banyak penyedap itu tidak cocok untuk kesehatan otak kita. Begitu ‘kan? Lagi-lagi, jika kita memasak sendiri, bisa diputuskan, apakah mau pakai penyedap rasa atau tidak?

Keuntungan dari membeli makanan jadi adalah praktis. Tinggal pesan, baik offline maupun online, tunggu sebentar, maka makanan sudah terhidang di depan kita. Tidak perlu capek-capek bikin. Apalagi bila kita sementara capek kerja, masa mau ditambah capek memasak lagi? Gaya hidup seperti inilah yang sudah banyak menjamur di perkotaan. Semuanya ingin serba praktis, mudah, dan kalau bisa, jangan lupa, murah!

Tapi yang Ini!

Ayam goreng sebelum menjadi, pastilah berupa ayam hidup. Dia berkeliaran ke sana kemari untuk mencari makan. Ayam cenderung mudah untuk mencari makanan. Sebab, paruhnya lancip. Dapat mencari di sela-sela bebatuan atau pohon, demi mendapatkan sejumput makanan. Bandingkan dengan bebek atau angsa yang paruhnya lancip. Mana mungkin itu akan mencari makanan semudah ayam?

Godaan ayam yang paling terlihat di rumah saya adalah kotorannya yang sering muncul di teras. Ayam-ayam itu bukan milik saya, melainkan milik tetangga. Kata si tetangga tersebut, dia orang tua, dia pelihara ayam tidak punya makanannya. Makanya, dilepas begitu saja.

Konsekuensinya, sering berkeliaran di rumah-rumah. Meninggalkan jejak berupa ranjau darat, hehe. Saya cukup sering membersihkan teras dengan mengalirkan air dari keran, lalu menggosok dengan pel yang terbuat dari karet berbentuk lurus. Gunanya untuk mendorong air. Jika kotoran ayam tersebut cukup sulit pakai pel, saya masih pakai sandal. Cukup dengan digosok-gosok pakai sandal butut saya, hilanglah kotoran.

Jika ingin lebih tenang, saya membersihkan teras sesudah Maghrib atau beberapa saat sebelum Maghrib. Waktu itu tidak ada ayam sama sekali. Kan kita tahu mereka sulit melihat di malam hari. Ada namanya rabun ayam. Ada juga namanya rabun mandi, halah…

Betul-betul Mengagetkan

Masih tentang ayam, kali ini betul-betul mengagetkan. Pagi tadi, pas mau sholat Subuh berjamaah di sebuah pesantren tidak jauh dari rumah, eh, saya menemukan ada seekor ayam yang berdiri begitu saja di masjid. Ketika saya masuk, masjid masih gelap. Sudah hampir jam lima, tapi belum ada orang. Otomatis dong belum ada adzan.

Kaget betul saya, ayam itu buang kotorannya di dalam masjid. Lebih tepatnya di dekat mimbar. Itu ‘kan shaf VIP. Shaf pertama yang nilai pahalanya luar biasa besar, apalagi berada di sebelah kanan imam.

Waduh, bagaimana ini? Buang kotoran di masjid, sementara di situ tidak ada alat pengepel. Mana lagi kotoran ayam itu tidak cuma dipel dengan air, mesti dengan sabun juga. Baunya khas banget soalnya.

Tiba-tiba, suara iqomat dari masjid raya terdengar. Nah, saya tinggalkan saja di situ. Biarlah masjid itu kosong. Saya cepat-cepat ambil motor lagi dan meluncur menuju masjid terbesar di Bombana. Alhamdulillah, masih bisa terkejar rakaat pertama.

Bagaimana dengan kamu sendiri? Sudah sholat Subuh belum? Punya pengalaman unik dan menarik tentang ayam? Tulis saja di kolom komentar ya!

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.