Puisi yang kedua, kali ini berjudul “Segera”. Seperti apa? Yuk, simak!
Karna harap tak pernah dijadikan alasan, sebab palsunya nyata jadi pelampiasan.
Kukatakan dengan jelas padanya bahwa segala inginku kerap dalam menghujam.
Diam, entah tepat atau sebaliknya, bicara bahkan seharusnya mungkin tidak dikatakan begitu.
Yang ada meronta sendirian dalam sepi hingga menggenggam erat bayang-bayang.
Percayalah, riuh seharusnya tidak lagi terasa letih,
deras menetes tumpah ruah dan menganga bekas silam itu,
meringis perih hingga tak mungkin lagi kembali.
Segeralah, jangan terlalu lama terdiam,
jika bunga tidak mekar di taman ini kelak,
kubiarkan mekar di kebun yang kau ingin.
Tunggulah siraman yang kau nanti!
Sebab ketidak inginanmu sendiri menjadikan mekar itu bukan di taman ini.
Jum’at, 11 Oktober 2019