Saat membuka Instagram beberapa hari yang lalu, ada sebuah video dari seorang cewek. Sambil membawa HP yang entah harga berapa, dia berkeliling ke dalam sebuah rumah yang katanya rumah masa kecil miliknya.
Rumah tersebut terlihat sepi banget. Dalam ujung bicaranya, dia bilang, “Sering-sering hubungi orang tuamu ya!” Sebuah pesan yang sangat menyentuh bagi kita.
Melihat Anak Tidur
Saya mendapat cerita dari teman kantor. Dia pernah memarahi anaknya. Ketika malam harinya, dia melihat anak-anaknya yang tidur, rasanya dia jadi menyesal. Merasa sangat bersalah. Sudah memarahi anaknya. Muncul rasa kasihannya. Anak-anak yang sebenarnya tidak berdosa atau belum dikenakan dosa, tetapi dihujani dengan emosi yang meluap-luap.
Bagaimana dengan kamu sendiri? Pernah memarahi anak-anakmu? Atau kamu yang dimarahi anak-anakmu? Teringat pada video Instagram tersebut, rupanya kenangan rumah masa kecil itu telah lenyap. Berganti dengan kesunyian yang begitu menggigit.
Teriakan anak-anak, celotehan mereka, ributnya mereka sampai berkelahi, memang membuat kita sebagai orang tua kadang jengkel, walaupun kita tidak suka makan jengkol. Ketika kita ingin istirahat, ternyata mereka malah bikin suara yang memekakkan telinga. Alhasil, kita tidak bisa sekadar tidur sebentar demi melepas penat. Yang ada malah emosi atau amarah yang akhirnya terjulur ke mereka.
Ada orang tua yang sedang sakit. Anak keduanya selalu berteriak-teriak meminta sesuatu. Orang tuanya sudah menegur anaknya untuk jangan ribut, tetapi tetap ribut. Akhirnya, anak tersebut ditarik tangannya dan dikasih keluar ke teras. Pintu depan langsung ditutup. Tentu saja si anak yang masih TK tersebut menangis tersedu-sedu.
Belajar dari Anak
Sosok anak-anak itu memang luar biasa. Dari mereka kita bisa belajar bahwa memaafkan itu jauh lebih penting daripada membalas. Semarah-marahnya kita kepada anak, tetap mereka akan kembali kepada kita. Mungkin suatu malam kita marah besar. Mereka sampai ketakutan, menangis, atau perasaan negatif lainnya. Namun, lihatnya besok hari. Dia akan kembali memeluk kita, mencium kita, sambil berkata, “Ayah”, “Ibu”, atau panggilan ke orang tua lainnya.
Sedangkan orang dewasa tidak selalu begitu. Ada yang marahnya dengan berteriak, melontarkan kata-kata yang tidak pantas, frekuensinya cepat, dan ujungnya sangat menyakitkan. Ada juga yang cuma diam. Pokoknya diam seribu bahasa. Coba kamu hitung, bahasa apa saja itu kok sampai seribu?
Padahal, kita pernah melalui masa kanak-kanak. Pernah jadi remaja, dan sekarang dewasa, tetapi kenapa kok kalah sama anak-anak yang belum pernah dewasa? Anak-anak juga ketika berseteru dengan sesama anak, berantem misalnya, besoknya sudah main lagi. Sudah ceria lagi. Sudah kumpul lagi. Betapa lapangnya hati mereka. Sementara kita juga lapang, tetapi lebih tepatnya lapangan futsal tiap sepekan malam hari.
Rumah Masa Kecil yang Sudah Musnah
Kembali membahas video yang saya ceritakan di awal tulisan ini, rumah masa kecil mengalami kondisi yang berbeda-beda, terbukti dari berbagai komentar di video tersebut. Ada yang rumahnya sudah dijual dan dimiliki orang lain. Sedangkan rumah masa kecil yang sering saya tempati ketika Idul Fitri dulu, yaitu: rumah nenek, ibunya bapak, sekarang sudah tidak ada wujudnya lagi.
Rumah yang berada di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Semarang ke sana sedikit, sudah dijual. Rumah tersebut terbuat dari kayu. Nenek sudah meninggal, aduh lupa tahun berapa.
Biasanya, saudara-saudaraku, paman dan bibiku, berkumpul di rumah tersebut. Bapak saya sembilan bersaudara. Rumah tersebut memiliki delapan kamar. Ketika kami berkumpul, sebagian tidur di ruang tengah, depan TV. Betapa menyenangkannya bisa bersama mereka. Sekarang, kenangan itu sudah tidak bisa diulangi, rumahnya pun tidak bisa dibangun lagi.
Nikmati Saja
Sebenarnya, teori-teori parenting itu bagus, paling tidak secara teori bagus. Namun, untuk pelaksanaannya nanti dulu. Mungkin kita sudah membaca buku, menonton video, menghadiri seminar parenting, sudah tahu ilmunya jadi orang tua yang efektif, penyayang, dan lain sebagainya, tetapi ketika mau praktik, berat!
Anak-anak yang ribut sering membuat kita emosi. Bahkan, bisa jadi muncul KDRT di situ. Anak diperlakukan dengan sangat kasar padahal sejatinya memang sudah begitu anak-anak. Mereka memang perlu aktif bergerak. Kalau ada anak cuma diam, maka itu perlu dipertanyakan. Jangan-jangan ada masalah dengan jiwanya. Jangan sampai ada gangguan pada kepribadiannya.
Sudah, nikmati saja celotehan mereka. Suara-suara teriakan mereka. Sampai dengan tembok-tembok yang dicoret mereka. Saya sendiri sih membiarkan tembok dicoret-coret. Saya biarkan saja, meskipun cat temboknya tergolong mahal. Namun, semahal-mahalnya cat tembok, tetap lebih baik dibeli, daripada bikin sendiri. Ya ‘kan?

Untuk para orang tua yang memiliki anak kecil dan bayi, tetap semangat ya! Mereka akan sering mengganggu kita, mereka akan sering menyita waktu kita di rumah. Bahkan, barang-barang kita di rumah susah menemukan kerapiannya lagi karena selalu dibongkar oleh mereka.
Namun, itu semua tidak selamanya. Tidak akan mungkin anak-anak jadi anak-anak terus. Suatu saat, Insya Allah, mereka akan jadi dewasa dan mempunyai keluarga sendiri. Kalau sudah begitu, rumah kita jadi sepi. Kita jadi rindu suara anak-anak waktu kecil. Rasanya kok cepat sekali ya? Rasanya kok baru sebentar?
Sebelum hal itu terjadi, nikmati saja momen kebersamaan bersama anak-anak kita. Seperti di video itu, rumah masa kecil memang sepi, tetapi rapi, bersih, dan terlihat indah. Kita mungkin menghendaki rumah selalu dalam keadaan rapi, indah, bersih, dan semua barang ada di tempatnya. Akan tetapi, tanpa celotehan anak-anak, kok rasanya lain-lain juga ya!
Teman saya juga mengalami hal itu. Anak satu-satunya yang perempuan sudah menjadi anak SMP. Dia sempat keguguran beberapa kali. Kondisinya sekarang, rumahnya memang sepi. Dia ingin seperti rumahku yang selalu ramai karena saya memiliki tiga anak laki-laki semua. Nantinya, rumah saya ini juga akan jadi kenangan rumah masa kecil bagi mereka. Semoga saja jadi kenangan yang indah untuk mereka bertiga dan menjadi dasar untuk membangun keluarga mereka sendiri.
semangat.. aku baca ini jadi ingat tadi pagi si nomor 2 dan 3 haduu selalu ada aja jadi memang begitu ya mereka, ada masanya.
Teorinya udah megang wahahaha tapi esmosinya nih wahaha. Harus banyak2 dzikir sama minum es biar dingin apa yaaa sayaaah
Yang namanya minum es itu pasti dingin Mbak, mana ada minum es jadi hangat? Hehe…