10 Hal yang Membuat Penulis Pemula Merasa Galau dan Kiat Menghadapinya!

10 Hal yang Membuat Penulis Pemula Merasa Galau dan Kiat Menghadapinya!

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Galau itu bisa menghinggapi siapa saja, apalagi manusia yang normal seperti kita. Begitu juga dengan penulis. Ada penulis pemula merasa galau. Kok bisa?

Pada dasarnya, galau itu datang dari perasaan tidak nyaman. Sebagai penulis pemula, yah, namanya saja pemula, pastilah ada harapan ingin sukses. Ingin menjadi penulis yang sudah terkenal, semacam itulah.

Tentu, yang sekarang jadi penulis terkenal dan profesional, dulunya adalah penulis pemula juga. Bedanya, yang sekarang, sudah tidak lagi terlalu galau.

Lah, kalau galau terus, kapan menulisnya? Kalau galau terus, kapan suksesnya? Ya ‘kan?

Nah, daripada penasaran dan menjadi penulis pemula yang galau, yuk, kita simak apa saja sih penyebab penulis pemula merasa galau?

10 Penyebab

Lho, Mas, kok cuma 10 sih? Bukannya sebenarnya ada lebih daripada 10? Eits, tunggu dulu! 10 ini saja menghinggapi banyak penulis pemula kok.

Tidak percaya, kita mulai dari poin pertama:

  1. “Tulisanku sudah bagus atau belum?”
  2. Teori yang kugunakan sudah benar atau masih salah?”
  3. “Kalau menerbitkan buku, pakai uang apa tidak?”
  4. “Kalau ke penerbit/PH nanti, ketemu siapa?”
  5. “Kirim naskahku ke mana ya?”
  6. “Naskahku kok mirip-mirip dengan yang sudah ada di pasaran?”
  7. “Kayaknya aku mesti berguru nih biar pede!”
  8. “Duh, kok aku nggak bisa bikin gaya bahasa seperti penulis itu sih?”
  9. “Kenapa tulisanku nggak selesai-selesai ya?”
  10. “Kok tulisanku jadi ke mana-mana sih?”

Nah, pertanyaan-pertanyaan di atas bisa menghinggapi penulis pemula. Mungkin tidak disampaikan secara langsung ke orang lain, tetapi cukup mengganjal di hati.

Bagaimana solusinya?

Bagaimana pemecahannya?

Lanjut baca di bawah ini!

10 Jawaban Anti Galau

1. Menilai Tulisan Sendiri

Kalau ada penulis pemula merasa galau dengan alasan tulisannya sudah bagus atau belum, pertanyaannya, tulisan yang bagus itu seperti apa? Bukankah bagus tidaknya itu berdasarkan penilaian subjektif?

Ketika kita merasa tulisan sendiri kurang bagus, cobalah minta tolong untuk dibaca keluarga atau teman baik. Selain itu, bisa diikutkan dalam kelas bedah karya, agar orang lain memberi pendapat terhadap tulisanmu.

Grup menulis yang ada di WA-WA itu boleh juga kita ikuti. Mau yang gratis, boleh juga yang bayar, kalau ada uangnya. Ya, iyalah, bagaimana cara bayar bila tidak punya uang?

Namun, sebelum melakukan itu, cobalah tulisannya dibaca keras-keras! Tapi, ya, jangan berlebihan kerasnya.

Nanti malah kamu pinjam mikropon di kantor bupati atau mikropon di jasa electone pernikahan. Terlalu keras.

Cukup baca di kamar saja. Rasakan, apakah tulisanmu betul-betul enak dibaca? Apakah terlalu panjang atau pendek?

Tulisan panjang itu saat dibaca dengan cukup keras, bikin kita ngos-ngosan. Nah, ketika bersuara saja sudah bikin capek, termasuk juga saat dibaca lirih.

Perpendek kalimat, bikin nyaman pembacamu. Oke?

2. Teori Menulis

Dalam menulis, ternyata, semua teori benar, asalkan tulisannya bagus.

Memang, pada dasarnya sih menulis yang benar itu tidak boleh sembarangan. Jangankan menulis, buang sampah saja tidak boleh sembarangan. Meskipun kita anggap menulis itu sama dengan membuang sampah pikiran yang buruk. Hahay…

Teori membuat kata, kalimat, paragraf, susunan karangan, itu semua ada dalam kaidah ilmu bahasa Indonesia. Namun, perlu diingat, itu bukan menjadi domain utama dan satu-satunya guru bahasa Indonesia lho!

Semua orang bisa mempelajarinya. Kan sekarang cari di Google banyak. Cari saja situs-situs terpercaya, seperti situs ini! Hehe…

Kok terpercaya, Mas? Ya, sebabnya saya sendiri yang punya. Jadi, saya percaya dong! Entah kamunya.

3. Uang Atau Tidak?

penulis-pemula-merasa-galau-1

Setelah menyelesaikan naskah, lalu menyerahkan ke penerbit, memang tidak bayar, kalau itu penerbit mayor.

Namun, harus bayar ketika yang kamu tuju adalah penerbit indie alias penerbit minor. Lawannya mayor ‘kan minor.

Beda dengan makanan. Kalau ada iklan: Satu Lagi dari Mayora. Jangan diganti jadi: Dua Lagi dari Minora. Tidak nyambung itu.

4. Editor Atau Script Editor

Editor ini pihak yang menjadi salah satu kunci keberhasilan bukumu, meski baru saja masuk ke penerbit. Menjadi editor, jelas punya banyak pengalaman mengedit.

Buku-buku yang laris bisa juga menjadi pengetahuan dari editor. Oleh karena itu, jangan langsung berkecil hati ketika naskahmu ditolak oleh penerbit mayor.

Alasannya dianggap tidak sesuai pasar. Ekstrimnya, jika tidak sesuai pasar, bikin sendiri pasarmu! Ya ‘kan? Optimis saja, lah.

5. Alamat Penerbit

Bisa cek saja penerbit yang kamu rasa cocok. Alamatnya bisa cari di Mbah Google. Atau lewat buku lain yang mencantumkan alamat penerbit.

Gampang, semua informasi bisa diakses. Asalkan alamat penerbitnya masih berada di permukaan bumi dan isinya manusia, maka itu bisa kita masuki.

6. Banyak Buku yang Mirip

Tunggu, banyak buku mirip? Memang begitu. Mirip karena ada covernya, ada tulisannya, ada kertas-kertasnya, ada plastiknya. Mirip semua bukan?

Pasti ini dibantah, “Wah, bukan mirip begitu, Mas! Tapi, mirip dari isinya, bahkan mungkin judulnya!”

Saya ingat ketika fenomena novel Ayat-ayat Cinta sangat booming. Novel-novel yang lain ikut-ikutan pakai judul “Cinta”.

Ada “Tahajud Cinta”, ada cinta apalagi ya? Pokoknya, mirip-mirip. Bahkan desain covernya juga begitu.

Sebenarnya, ini sesuai kaidah saja, rezeki kita tidak akan bisa diambil orang. Rezeki orang juga tidak bisa kita ambil.

Betapa banyak buku yang mirip, tetapi rezekinya masing-masing, bukan?

Contoh saja, buku tentang cinta. Wah, cinta terus ini saya?!

Mau dikupas sedemikian rupa, mau ditampilkan jadi novel, novelet, cerpen, esai maupun komik, tetap pasti ada yang mau beli dan baca.

Syaratnya apa? Tentu saja harus bagus dong! Makanya, perbaiki mutu penulisanmu.

7. Percaya Diri

Mau berguru ke manapun, bahkan ke penulis terkenal, tetap itu tidak menjamin kita akan jadi tambah pede. Malah yang ada, ingin muntah saking banyaknya guru.

Ingat lho, saking banyaknya informasi yang berseliweran dari orang-orang yang berbeda, membuat otak kita jadi bingung. Yang mana mau diikuti?

Rasa percaya diri itu munculnya dari dalam diri. Kalau kamu tidak percaya dengan dirimu sendiri, masa orang lain harus percaya. Ya ‘kan?

8. Jadilah Be Yourself

penulis-pemula-merasa-galau-2

Wah, kalau ini betul-betul promosi blog saya, karena slogannya ditampilkan di sini! Mau jadi seperti Kang Abik, Tere Liye, Andrea Hirata, Dahlan Iskan, kamu pasti tidak akan bisa, sebab kamu memang berbeda dari mereka.

Membaca karya mereka, silakan. Mencermati gaya bahasanya juga tidak dilarang. Namun, mencontek plek dan persis sama, itu yang kurang tepat.

Setelah mencontek begitu, lalu kamu merasa mirip mereka? Weleh-weleh. Jadilah dirimu sendiri. Itu yang lebih nyaman dan pas di hati.

9. Editnya Nanti

Ketika kamu menulis, baru sedikit, sudah langsung diperbaiki, maka dijamin, itu akan memakan waktu yang sangat lama.

Jangan diedit ketika sedang asyik menulis. Tulis saja dulu yang ada dalam pikiranmu. Masalah editnya nanti saja.

Khawatirnya, ketika kamu menulis, terus diedit, eh, banyak juga kesalahannya ya? Akhirnya, kamu jadi mlempem dalam menulis dan tidak meneruskannya.

10. Tanpa Sinopsis

Sinopsis itu sebenarnya sebuah panduan ketika kamu akan mulai menulis. Poin-poin yang akan kamu tuangkan, buatlah menjadi daftar-daftar singkat.

Boleh juga berupa kalimat-kalimat pendek yang terbagi ke dalam bab-bab.

Makin detail sinopsismu, maka tulisanmu akan makin fokus. Kamu sudah punya arahan tiap babnya, bahkan subbabnya.

Ketika ada godaan untuk bergentayangan, ingat lagi sinopsismu. Insya Allah, kamu akan fokus lagi.

Kesimpulan

10 kegalauan penulis pemula. 10 pula solusi yang mungkin bisa membantu kamu ketika galau itu melanda. Apalagi jika kamu termasuk penulis pemula.

Ah, sebenarnya setiap penulis itu mesti banyak mengosongkan pikirannya kok. Sebab, ilmu tentang menulis bisa terus berkembang.

Saat ada orang merasa dirinya penulis hebat, merasa penulis profesional, nanti jadinya malah sombong.

Coba dia selalu merasa ilmunya kurang. Pada akhirnya, dia akan terus belajar. Baik dari penulis pemula maupun yang sudah lama berkecimpung dalam dunia tersebut.

Sekarang sudah lumayan banyak penulis pemula yang menonjol prestasinya. Apalagi era medsos jaman now.

Karya-karya mereka sudah tersebar dan disantap orang. Berkarya dan terus berkarya.

Masih galau juga? Coba deh berhenti sebentar. Duduk dengan tenang. Siapkan kopi di sebelah. Terus?

Ya, teruslah menulis! Daripada galau terus-menerus yang itu menghabiskan waktumu, lebih baik diredakan dengan menulis. Bagaimana? Ada tanggapan? Tulis di kolom komentar ya!

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

5 Comments

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.