Menjadi Guru yang Luar Biasa

Menjadi Guru yang Luar Biasa

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Apakah bisa seorang guru biasa menjadi guru yang luar biasa? Sebelum menjawabnya, pernahkah kamu melihat tayangan “Empat Mata” atau “Bukan Empat Mata”?

Tayangan itu meskipun diprotes oleh beberapa pihak karena adegan-adegan yang kurang pantas dan berbagai pelanggaran lain, memang menyajikan sesuatu yang berbeda. Host atau pemandunya adalah Tukul Arwana. Apa yang menarik dari tuyul, waduh, Tukul Arwana ini?

Eksplorasi

eksplorasi-menjadi-guru-yang-luar-biasa
Salah satu ruangan yang nyaman untuk menonton televisi. Gambar oleh StockSnap dari Pixabay

Tayangan Empat Mata (EM) dan Bukan Empat Mata (BEM) berasal dari Trans 7, TV yang dimiliki oleh taipan muslim Indonesia, Chairul Tanjung. Tadi saya sebut Tukul Arwana, masih ingat? Ya, jelaslah, ‘kan baru saja dari paragraf sebelumnya.

Tukul ini secara wajah mungkin tidak ganteng, tidak juga cantik, halah. Pokoknya, dibandingkan artis semacam Raffi Ahmad, Nicholas Saputra, Reza Rahardian, Fedi Nuril, Baim Wong atau bahkan Rizky Kurnia Rahman pasti jauh. Tunggu, tunggu, yang terakhir ini siapa ya? Hehe…

Pelawak Tukul memang mendobrak dunia hiburan. Wajah yang seperti itu ternyata laku dijual. Eksplorasi dari wajah yang bisa dibully dengan semarak (wuih, istilahnya), tetapi malah hal itu tidak menjatuhkan mental Tukul sendiri. Bahkan, dia bisa membalas ke orang lain. Nah, inilah yang mungkin jadi pelanggaran tayangan itu.

Menurut saya, terlepas dari kekurangannya, Tukul ini orang yang luar biasa. Bakat melawaknya yang dikembangkan sedemikian rupa dan wajah seperti itu, justru menjadi keunggulan. Tidak ada rasa minder, kurang PD, atau malah kurang DP. Kalau yang terakhir ini malah mau ambil kredit, pakai DP segala.

Istilah dari Tukul ketika ada tamu yang termasuk luar biasa, dia selalu melontarkan begini, “Luar biasa! Artinya biasa di luar!” Seketika penonton tertawa. Entah, apakah tertawa murni dari dalam hati, atau diseting dari sebelum acara?

Bandingkan dengan banyak orang yang tidak pede dengan wajahnya sendiri. Pakai perawatan sana-sini, dengan produk segala macam, bahkan ada juga yang operasi plastik, asal tidak dengan ember plastik, hasilnya? Terlihat menarik dan cantik, sih. Tapi, itu ‘kan tipuan. Itu ‘kan tidak nyata. Itu maya. Ya ‘kan Mbak Maya? Lho?!

Baca Juga: Narsis dan Eksistensi Kita

Padahal, jika berkaca, yang betul-betul kaca lho ya, bukan kaca spion, maka setiap diri ini pastilah unik. Pastilah berbeda. Tidak ada orang yang persis sama di dunia ini. Bahkan anak kembar identik pun, tidak akan sama persis, apalagi yang tidak kembar.

Jadi, kalau kamu menyamakan saya dengan para artis itu, tentulah jauh berbeda. Okelah, mereka terkenal. Mereka kaya. Istilahnya, tajir melintir. Punya mobil banyak. Rumah megah. Kenikmatan dunia bisa mereka raih. Tapi ‘kan mereka tidak ikut pelatihan menulis bersama Om Jay dan PB PGRI! Ya ‘kan? Nah, itulah kekurangan mereka. Hehe…

Pas sekali. Membahas pelatihan menulis bersama Om Jay, apa yang menarik atau yang akan dikupas dalam resume ini? Siapkan pisau, sambil membaca boleh dengan mengupas mangga, apel, pepaya atau buah naga. Asal jangan mengupas masa lalu yang suram lagi. Itu sudah terlupakan, Rudolfo!

Bukan Tere Liye

Narasumber pada hari Jum’at (30/10) ini adalah bernama lengkap Theresia Sri Rahayu, S.Pd.SD. Biasanya dipanggil dengan Cikgu Tere. Sama-sama penulis, tetapi berbeda dengan Tere Liye yang bernama asli Darwis itu.

Membaca biografinya, wow, benar-benar luar biasa! Ini bukan berarti biasa di luar, melainkan betul-betul mencengangkan, cetar membahana. Mendobrak angkasa. Menggetarkan sendi-sendi. Ini sebenarnya bahas apa sih, kok sampai angkasa hingga sendi-sendi?

Cikgu Tere punya blog pribadi dengan alamat cikgutere.com. Meskipun pakai nama cikgu, tetapi jangan selalu dikaitkan dengan Upin Ipin lho. Dua sosok anak kembar yang sampai sekarang masih kecil saja.

Beliau lahir di Kuningan pada tanggal 13 September 1984. Yah, lebih tua setahun daripada saya, lah. Bekerja di SD Negeri Waihibur, Kabupaten Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur atau NTT. Wah, saya belum pernah ke sana!

Berikut adalah beberapa prestasi yang pernah diraih oleh ibu satu ini:

  1. Juara 1 Guru Berprestasi tingkat kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat tahun 2014.
  2. Juara 2 Lomba Guru Berprestasi tingkat Kabupaten Bandung Barat tahun 2014.
  3. Juara 3 Lomba Guru MIPA tingkat Kecamatan Padalarang tahun 2014.
  4. Juara 1 Olimpiade Guru Nasional tingkat Provinsi NTT tahun 2018.
  5. Finalis Lomba Olimpiade Guru Nasional tahun 2018.
  6. Dan masih banyak yang lainnya.

Selengkapnya berikut ini!

menjadi-guru-luar-biasa-prestasi-tere
Luar biasa bukan?

Membaca profil beliau ketika pelatihan dengan segudang prestasi memang membuat iri. Padahal sesuai motto dan slogan dari blog ini: Jangan iri, anan saja, tetap orang yang berprestasi itu membuat kita ingin berprestasi juga. Betul begitu ‘kan?

Orang yang berprestasi itu tandanya dia diakui oleh orang lain. Tidak cuma satu orang, tetapi banyak orang. Tidak cuma satu lomba, juga banyak lomba. Eksistensi diakui, prestasi diapresiasi. Huruf i semua ‘kan? Hiii…

Awal dan Akhir

jam-terbang-menjadi-guru-yang-luar-biasa
Waktu erat kaitannya dengan jam terbang.

Ketika saya jomblo dulu, pernah mendengar lagu “Udin Sedunia”. Aneka macam nama orang dengan akhiran “din”. Ada Udin yang paling awal, namanya Awaludin. Ada pula Udin yang paling akhir, namanya Akhirudin. Kalau Awaludin, saya kenal, teman kantor. Kalau Akhirudin, hem, siapa elu?

Cikgu Tere dalam pemaparan materinya berkata bahwa dulunya beliau bingung dalam menulis. Tergabung dalam grup menulis angkatan 4, tetapi masih belum terlalu mengerti. Akhirnya, dengan bimbingan dan tentu saja latihan, mulailah Cikgu Tere bisa menulis.

Baca Juga: Bayar Sekarang Atau Nanti?

Menurut beliau, untuk menjadi seorang penulis perlu yang namanya jam terbang. Eits, ini bukan berarti kalau mau jadi penulis, mesti rajin naik pesawat lho! Itu namanya pramugari, bukan penulis. Yang dimaksud jam terbang di sini adalah banyaknya proses latihan dan konsistensi bertubi-tubi dalam menulis.

Mengatasi Mood

Ada lho orang yang mengandalkan mood kalau mau menulis. Ketika saatnya harus menulis, dia berkata, “Aduh, lagi nggak mood nih!” Padahal sejatinya dia itu cuma malas. Menulis tidak boleh karena mood. Jika mood baik, menulis, jika tidak baik, tidak mau menulis.

Mengapa menulis itu tidak butuh mood? Sebab, mood bukan modal utama untuk menulis. Agar bisa menulis, yang dibutuhkan adalah kertas, pulpen, HP atau laptop. Nah, itu baru bisa menulis.

Mood itu barang apaan? Dibelinya di mana? Makanya itu, tidak usahlah tergantung pada mood. Jemuran saja bisa tergantung karena ada talinya, masa ini mau tergantung karena mood?

Kalau menulis yang kompleks itu memang menulis buku. Ini buku yang betul-betul bisa diterbitkan dan dibaca orang, bukan sekadar buku harian yang dulu dijadikan ajang curhat, kertasnya warna-warni, bahkan digembok bukunya! Wuih, benar-benar privat!

Padahal, menulis itu untuk orang lain. Perlu dipublikasikan. Kalau menulis hanya untuk diri sendiri, buat apa coba?

Agar bisa menulis buku, Cikgu Tere memberikan arahan melalui singkatan IDOLA. Terus terang, IDOLA ini nama fotokopi di daerah saya. Bagusnya di tempat tersebut, saya setorkan kertas berisi tulisan misalnya, eh, langsung jadi banyak sesuai keinginan saya. Hebat ‘kan? Bagaimana di tempatmu sendiri?

Untuk IDOLA dari Cikgu Tere ini, dijabarkan sebagai berikut:

I: Identifikasi topik-topik yang sekiranya menarik untuk dijadikan buku.

D: daftar semua judul yang bisa jadi pas dan cocok untuk buku.

O: Outline dibutuhkan sebagai arahan dalam menulis.

L: Lanjut menulis bab per bab.

A: Atur layout sesuai permintaan penerbit dan agar lebih enak terbaca nantinya.

Alasan Mesti Menulis

alasan-menjadi-guru-yang-luar-biasa
Peralatan untuk memulai menulis.

Nulis, nulis, nulis terus, kenapa sih harus menulis? Kok ada orang yang betah menulis berjam-jam di depan laptop ketak-ketik sana-sini dan hasilnya tulisan yang banyak itu?

Untuk menjawab kegalauan semacam ini, maka jawabannya ada pada Cikgu Tere. Seperti apa kata-katanya?

Pertama, menulis adalah hobi. Sebenarnya, setiap orang pastilah memiliki hobi, iya ‘kan? Hobi sesuai asal katanya adalah sesuatu yang kita sukai. Ketika kita melakukan hobi tersebut, maka muncul kesenangan dalam diri kita.

Jika hobi kita adalah menulis, selamat, kamu sama dengan Cikgu Tere. Sejak kelas 3 SD, beliau sudah menulis cerita. Saya sendiri mulai suka menulis sejak kelas 5 SD. Waktu itu, saya juga menulis cerita, tetapi cerita detektif. Inspirasi dari komik Detective Conan.

Kedua, meningkatkan kemampuan menulis. Ini bisa dilakukan dengan ikut komunitas penulis, seperti grup ke-16 komunitas menulis bersama Om Jay ini, yang saya menjadi ketuanya. Hem, belum ada honornya sampai sekarang. Hahaha..

Ketiga, sarana ekspresi diri. Banyak cara sebenarnya bisa dilakukan untuk mengekspresikan diri. Selain menulis, bisa lho dengan membuat video. Namun, menulis lebih sederhana daripada bikin video.

Dan, yang keempat adalah sarana meraih prestasi. Meskipun era media sosial didominasi oleh konten-konten video, tetapi tulisan melalui blog tetap favorit kok! Buktinya masih banyak lomba blog sampai sekarang.

Mulai Saja Dari Blog

Sudah tahu belum, salah satu grup menulis terbesar di Indonesia ini diblokir atau dibanned oleh Facebook? Namanya adalah Komunitas Bisa Menulis atau KBM. Grup ini diawaki oleh pasangan suami istri, Isa Alamsyah dan Asma Nadia. Keduanya penulis top, lah.

Grup tersebut sampai beranggotakan jutaan orang lho! Betul-betul luar biasa bukan? Namun, kini? Grup itu luruh karena ada masalah di dalam. Mungkin karena terlalu banyak laporan karena kontennya ke Facebook sendiri sehingga dibubarkan. Meski ada grup baru, mungkin namanya jadi KBM Perjuangan, tetapi bisa jadi, nanti akan dihapus lagi.

Hikmah apa yang bisa diambil dari situ? Begini, begitu, begono, halah, yang bisa dijadikan renungan adalah selalu saja ada kerentanan ketika menulis di media sosial. Sebab, pada dasarnya media sosial itu bukan kita yang buat. Kita cuma numpang, ya, numpang buat status, numpang komen dan numpang share. Ingat, numpang bukan kata baku bahasa Indonesia ya!

Baca Juga: 5 Tips Agar Tetap Sehat dan Segar, Meskipun Sering Kerja Malam

Sudah banyak terjadi, status kita di Facebook misalnya, diblokir. Tidak bisa ditampilkan. Akhirnya, kita sendiri yang rugi ‘kan kalau status itu sebenarnya bagus. Tapi, apalah daya? Kita yang hanya anggotanya, merasa tidak punya daya. Kalau daya itu menyangkut pribadi, sedangkan Daia itu merek deterjen!

Solusinya? Alternatifnya? Pemecahannya? Cikgu Tere menjelaskan bahwa jalan terbaiknya adalah membuat blog pribadi. Website milik sendiri. Hal itu sebagai personal branding. Halah, makanan apa itu, Mas?

Jika kita membangun personal branding alias imej yang melekat pada diri kita di medsos, itu lebih susah. Alasannya, kita berhadapan dengan begitu banyak orang yang juga sedang membangun personal branding mereka.

Pokoknya, semua media sosial begitu. Mau Facebook, Instagram, Twitter, Youtube sampai dengan TikTok, mereka berebut menampilkan citra diri yang paling maksimal.

Blog berbeda. Blog adalah sejatinya milik kita. Meskipun yah, ada platform yang kita masih menumpang, seperti blogspot.com. Namun, itu bukan masalah, karena namanya bisa mencerminkan diri kita.

Begitu juga yang pakai wordpress dot org, seperti yang saya pakai, langsung saya pakai nama lengkap. Selain sebagai personal branding itu tadi, juga untuk menghormati nama yang sudah diberikan orang tua. Walaupun terasa sedikit panjang sih, tapi saya merasa tidak sampai lima meter kok panjangnya!

Milikilah blog sebagai sarana untuk menulis. Termasuk bagi guru. Dari yang tadinya guru biasa, cuma menulis tidak jelas di kertas, boleh juga memiliki blog.

Menulis keseharian mengajar. Pengalaman unik. Karakter anak didik yang lain daripada yang lain. Misalnya: bisa terbang. Waduh!

Menurut Cikgu Tere, beliau menulis di blog sebagai jejak digital. Berbagi ilmu dan manfaat kepada orang lain.

Betapa senangnya kita ketika sudah punya blog, dikunjungi orang lain, bahkan diberikan komentar-komentar yang positif. Terasa dunia ini sangat membahagiakan. Terasa dunia ini hanya milik berdua. Wah, kalau ini sih seperti lagu saja!

Kesimpulan

Dari blog menjadi buku. Inilah yang menjadi arah dari pelatihan menulis bersama Om Jay dan PB PGRI. Menuangkan tulisan kita di blog, untuk selanjutnya atau nantinya diolah menjadi buku cetak.

Menulis lewat blog adalah sarana pembuktian menjadi guru yang luar biasa. Sebab, tidak semua terpikir untuk memiliki blog, lho! Mereka mungkin menganggap bahwa blog itu sudah masa lalu. Sekarang eranya medsos.

Ya, betul eranya medsos. Namun, mesti diingat, bahwa medsos itu juga silih berganti. Eranya bisa berubah.

Dahulu, trennya Friendster. Lanjut Twitter. Muncul Facebook. Disambung dengan Instagram. Ada lagi YouTube. Terakhir TikTok. Setelah ini, tidak tahu apalagi?

Mau ikuti media sosial sampai kapan? Sedangkan blog tidak banyak mengalami perubahan. Begitu-begitu saja. Sederhana.

Namun, di situlah buah dari konsistensi. Meski dianggap sederhana dan terkesan kuno, tetapi manfaatnya masih bisa dirasakan.

Termasuk rasa berbagi yang tinggi dari guru. Menjadi guru yang luar biasa dibuktikan dengan menulis di blog, rajin, konsisten, misalnya satu tulisan per hari, maka buktikanlah hasilnya!

Baca Juga: CPNS

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

26 Comments

  1. Resumenya renyah, informatif, lengkap. Ada gamabaran menarik di awal isi resume ini. Keren resumenya….sukses selalu pak Rizki

    1. Alhamdulillah, jadi seperti kerupuk dong renyah. 😁
      Asal tidak jadi mlempem saja Bu.
      Terima kasih kunjungan ke blog ini.

  2. Tukul merupakan salah satu idola saya. Mulanya beliau biasa2 saja tetapi sejak menjadi host pada empat mata dan bukan empat mata ia menjadi luar biasa. Terimakasih pak Rizky

  3. Senior saya ini liar biasa. I have nothing to say. Sempirna dech.. Bener2 bs jadi panutan dan referensi dlm me resume… Mksh pak ketua

  4. Saya salut dgn gaya penulisan resumenya, ANTI MAINSTREAM, hehehe. Sepertinya Bpk punya bakat utk stand up comedy ya. Baca resume ini seperti teringat dgn saudara sy, bukan Tere Liye atau Tukul Arwana ya. Dia adalah Raditya Dika. Apa mungkin Kambing Jantan dan Brontosaurus nyasar ke blog ini ???

    1. Hahaha… Memang dulu pernah ikut lomba lawak di Jogja, Cikgu. Tapi nggak menang 😅
      Suatu kehormatan besar bisa dikomentari begini. Makasih atas komen dan kunjungannya, Cikgu.

  5. Semua sda terwakili oleh teman teman komen tentang content tulisan. Mungkin sebagai peserta terakhir saya ingin bilang bahwa sejak tadi pagi saya msk ruang ini 😕 bingung dan mikir arti kata yg ada di gerbang blog ini. Jangan iri ..anan …aduuh rupanya baru terjawab kiri dan kanan…🤗🙂👍Masya Allah yg tua an harap maklum🙏

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.