Menghadirkan Hati

Menghadirkan Hati

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

Menghadirkan hati? Hem, bagaimana itu maksudnya? Bukankah hati itu adalah organ yang anak kecil saja tahu kalau letaknya di dalam dada?

Anak kecil yang tahu begitu karena memang diberi tahu, coba kalau tidak. Mungkin dia akan bilang bahwa hati itu artinya harta dan properti. Kalau ini sih, lebih cocoknya ke anak besar, deh!

Dua Makna Hati

Hati merupakan bagian tubuh yang sangat penting. Hati ini mempunyai dua makna, yaitu: hati yang betul-betul organ tubuh, fungsinya untuk menetralisir dan menawar racun, mengatur sirkulasi hormon, membantu pencernaan lemak melalui empedunya, dan mengatur komposisi darah yang mengandung lemak.

Makna lain hati adalah perasaan. Ya, makna hati yang satu ini bisa muncul dalam musik-musik yang umumnya mengajak kepada maksiat, bahkan perzinahan. Hati dengan makna perasaan juga sering muncul dalam ulasan di media sosial. Tentang orang yang sedang galau. Akhirnya muncullah status-statusnya yang menandakan bahwa dia memang sedang galau. Kasihan.

Baca Juga: Cerita Sederhana Tentang Tukang Parkir Mobil

Tentang hati yang kaitannya dengan perasaan ini, Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah mengatakan, “Jangan engkau disetir oleh perasaan. Sebab, perasaan itu jika tidak dibangun di atas akal dan syariat, dia akan menjadi badai yang menerbangkanmu dan menghempaskan dirimu ke dalam neraka.” (Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin, 24/532).

Hati yang Berkaitan dengan Memori

Salah satu nikmat yang diberikan oleh Allah kepada kita adalah sifat lupa. Ya, sifat yang mungkin sering menghinggapi ini memang cukup bermanfaat bagi kita. Bayangkan jika dalam sehari itu, kita ingat semua yang diucapkan orang lain, perlakuan orang lain, hal-hal yang kita lihat, dengarkan, dan lain sebagainya. Tentunya akan sangat memusingkan kita, terlebih jika menjelang tidur.

Lupa juga menjadi tanda bahwa kita ini makhluk yang lemah. Mungkin kita sudah hafal Al-Qur’an sekian juz, hadits cukup banyak, perkataan ulama juga tidak sedikit, tetapi ada kalanya kita lupa. Ada saatnya mungkin kita tidak bisa meneruskan sebuah surat yang notabene itu surat pendek. Berarti, memori kita memang terbatas.

Daya ingat kita juga tidak terlalu banyak. Tidak semua bisa masuk di memori. Kalaupun bisa masuk, mungkin tidak dalam jangka waktu yang lama. Lalu, bagaimana agar suatu kejadian itu dapat diingat dengan waktu yang panjang? Jawabannya adalah dengan menghadirkan hati.

Momen Pertama

Biasanya, ketika kita mengalami kejadian yang pertama kalinya, apalagi di situ kita menghadirkan hati, akan lebih terasa nyangkut. Contohnya adalah saat ada di antara kita yang menikah pertama kalinya. Kita akan ingat dengan siapa menikah, tentu saja, lah. Tempat, suasana, tanggal, termasuk para undangan yang datang. Tidak tertinggal, siapa pembawa acaranya? Saya beberapa kali menjadi MC acara walimah. Semoga mereka yang walimah dan acaranya sudah saya MC-i selalu mengingat saya ya! Hadeh, ngarep..

Momen menikah bagi seorang pemuda maupun pemudi, ikhwan maupun akhwat, menjadi momen yang sangat spesial. Hati jelas hadir sehadir-hadirnya di situ tanpa harus mengatakan menghadirkan hati. Sebuah pengalaman yang sangat indah, bagaikan raja dan ratu sehari. Apalagi jika sebelumnya tidak saling mengenal, baru kenal di situ, jatuh cinta di situ, hingga berkomitmen untuk saling mencintai selamanya di situ juga.

Kesakralan pernikahan akan terus membekas meskipun sudah bertahun-tahun lamanya. Dalam fase 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun, 30 tahun, atau bahkan lebih, masih ada kok yang mengingatnya. Sebab, sejatinya pasangan kita yang akan terus bersama dengan kita. Orang tua jelas tidak mungkin, karena ketika menikah, kita membuat keluarga sendiri. Kartu keluarga sendiri.

Baca Juga: Sebuah Jalan

Anak-anak juga tidak mungkin. Setelah mereka dewasa, juga akan membentuk keluarga sendiri. Kartu keluarga sendiri juga. Tinggal suami atau istri kita, sampai tua akan menjadi cinta sejati kita. Bahkan, saking berjodohnya pasangan suami istri, meninggalnya pun tidak dalam waktu yang lama. Suami yang meninggal terlebih dulu, beberapa bulan disusul istrinya. Kejadian nyata di Bombana, Sulawesi Tenggara sini. Seakan-akan tidak mau terpisahkan dunia hingga ke akhirat. Masya Allah.

Tidak hanya menikah, momen pertama dapat pula dalam pekerjaan misalnya. Menjadi pegawai atau karyawan di suatu perusahaan. Momen berkesan saat dikenalkan dengan suasana kerja, mengenal sesama rekan kerja, mengenal atasan, hingga bekerja pertama kalinya. Tidak cuma itu, saat menerima gaji atau honor pertama kali. Momen-momen pertama itulah yang menjadi motivasi untuk betah bekerja di tempat tersebut.

Ketika Hati Tidak Bisa Dihadirkan

Ada dua kata yang berkaitan dengan sikap kita ketika orang lain berbicara. Ada yang disebut dengan mendengar, ada pula yang dinamakan mendengarkan. Cuma beda “kan” di belakang, tetapi punya arti yang berbeda.

Mendengar sekadar memasukkan suara dari orang lain di dekat kita. Istilah masuk telinga kiri, ke luar telinga kanan, pantas untuk mendengar ini. Begitu suaranya habis atau selesai bicara, kita jadi lupa, apa tadi yang barusan dia omongkan ya? Ditambah dengan kita yang mendengar sambil pegang HP. Sambil scroll-scroll medsos. Tambah lagi mendengar cuma sekadar formalitas.

Lain halnya dengan mendengarkan. Ini tidak hanya mendengar, karena sudah dalam tahap menghadirkan hati. Mendengarkan adalah menghadirkan seluruh jiwa dan raga kita untuk orang yang sedang berbicara dengan kita. Kita letakkan HP, badan menghadap lawan bicara, mata kita menatap matanya, kita tidak berbicara sebelum dia selesai bicara.

Anak-anak yang nakal, kemungkinan juga disebabkan oleh orang tuanya. Sang orang tua hanya mendengar, bukan mendengarkan. Ketika anak bicara, mengemukakan pendapatnya, orang tuanya mungkin hanya menanggapi, “Ohh, begitu toh?” Atau “Ohh, ya sudah kalau begitu!” Dan kalimat-kalimat semacamnya.

Orang tua tersebut menganggap anaknya selamanya anak kecil terus. Orang tua meremehkan anaknya, “Tahu apa dia tentang masalah ini?” Atau “Halah, saya lebih tahu daripada dia. Lha wong saya orang tuanya kok.” Dan kalimat-kalimat semacamnya. Mencontoh dari paragraf di atas.

Nah, masalah yang ingin disampaikan anak ke orang tua, dengan tanggapan orang tuanya yang masa bodoh, anak akan mencari saluran lain. Saluran yang bisa menampung keluh-kesahnya. Jadilah, penyalurannya ke medsos, atau ke teman sebayanya. Keduanya belum tentu memberikan saran yang tepat, meskipun sudah dalam tahap mendengarkan. Kalau sarannya salah, siap-siap anak juga menjadi salah.

Dalam kondisi orang tua yang tidak mau mendengarkan, justru maunya didengarkan oleh anak. Lho, bagaimana ini? Dia tidak mencontohkan mendengarkan, sekarang ingin anaknya mendengarkan. Anak pun jadi cuek, dulu dia bicara, orang tuanya tidak menanggapi, kok sekarang anaknya yang harus begitu? Tidak adil dong.

Ketika orang tua tidak didengarkan dengan baik oleh anak, eh, orang tua itu malah marah. Marah besar bahkan. Anak jadi makin tertekan. Makin depresi. Dari depresi kecil, menjadi makin besar dan terus membesar. Yah, akhirnya anak jadi tidak terkontrol, brutal. Apakah salah anak 100 %? Hohoho, kamu pasti bisa menjawabnya.

Kesimpulan

Meskipun hati memang berada di dalam dada kita, tetapi menghadirkan hati bukan perkara yang mudah. Hati seakan-akan jauh dari tubuh kita, sehingga menghadirkannya butuh upaya yang keras.

Menghadirkan hati juga belum tentu mudah, bahkan untuk keluarga sendiri. Kedekatan hubungan darah, belum tentu menjadi tanda kedekatan hati. Mungkin kita bisa baik, sopan, dan ramah kepada orang lain karena punya kepentingan kerja atau usaha, sementara dengan keluarga sendiri belum tentu. Meskipun dengan keluarga sendiri ada juga kepentingan, yaitu: kepentingan untuk hubungan jangka panjang, dunia dan akhirat, tetapi mungkin ada masanya menghadirkan hati sangatlah berat.

Dan, menghadirkan hati yang Insya Allah bisa kita lakukan sebentar lagi adalah ketika memasuki bulan suci Ramadhan. Sudah terlalu banyak kita tahu tentang keutamaan bulan suci tersebut, apakah pantas hati tidak kita hadirkan? Sementara hati kita adalah organ tubuh yang selama ini bisa jadi paling kotor. Kesempatan untuk membersihkan dan menyucikan hati, kapan lagi?

Baca Juga: Jawaban yang Telak Saat Kamar Berantakan Dibilang Seperti Kapal Pecah

Jika Dirasa Tulisan Ini Bermanfaat, Share Ya!

2 Comments

  1. Senang baca tulisan Pak Rizky,kadang serius, kadang lucu,pokoknya enak ,renyah kayak makan,makanan ringan makanya saya nyasar masuk grup ini karena ingin baca tulisan Pak Rizky,maaf saya tidak tau harus panggil Pak atau Mas😊🤔

    1. Mas saja boleh kok Bu. Kalau pak itu kesannya dewasa sekali atau malah kebapakan. Teman-teman saya juga panggilnya mas.
      Makasih atas apresiasinya ya bu..

Silakan tinggalkan komentar

Email aktif kamu tidak akan ditampilkan. Tapi ini mesti diisi dengan benar.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.