Insya Allah, kita akan masuk bulan suci Ramadhan dalam beberapa hari lagi. Tinggal tunggu saja keputusan dari pemerintah. Namun, ada sebuah pertanyaan viral. Apalagi kalau bukan tentang menikah?
Sebenarnya, mau masuk bulan suci Ramadhan atau tidak, banyak keluhan yang dirasakan oleh jomblo. Yah, itu adalah istilah untuk orang yang belum pernah menikah. Setahu saya, kata itu dipopulerkan pertama kali oleh grup band Gigi. Judul lagunya persis sama dengan itu.
Namun, rupanya ada perluasan makna dari jomblo itu sendiri. Lho, bukankah jomblo itu memang sendiri? Maksudnya, jomblo tidak hanya untuk orang yang belum menikah. Bahkan yang sudah menikah pun bisa dikatakan sebagai jomblo. Lebih jelasnya bila pasangan tersebut belum memiliki anak. Ini yang bilang teman saya lho, ya, bukan saya sendiri! Kalau saya sih senyum-senyum saja. Alhamdulillah, anak saya sudah dua.
Biaya Pernikahan
Masuk bulan suci Ramadhan, banyak jomblo yang ketar-ketir. Sebab puasa tahun ini akan berbeda suasananya dibandingkan tahun-tahun sebelumnya karena wabah Corona. Namun, secara umum, intinya hampir sama, kaitannya dengan dunia jomblo, yaitu: siapa yang mau bangunkan sahur? Masa HP terus? Kalau ada jam beker, ya, masa jam beker terus?
Baca Juga: Penyebab Depresi Pada Remaja Karena Media Sosial
Sebenarnya, yang menjadi masalah pelik bagi seorang jomblo untuk menikah itu adalah biaya pernikahan. Apalagi ada tradisi di kalangan suku tertentu, misalnya Bugis, tentang uang panaik. Jenis uang ini berbeda dengan mahar lho ya! Sebab, uang panaik kaitannya dengan biaya resepsi pernikahan atau walimah atau acara intinya.
Yang membuat uang panaik makin naik itu misalnya: kehadiran keluarga yang seabrek-abrek. Seperti keluarga Bugis itu memang banyak betul. Terus, hiburannya. Jika nikah umum, maka perlu pakai musik elekton. Panggil penyanyi lokal dan acaranya pun till drop. Lewat tengah malam dengan molulo.
Seorang ustadz mengatakan bahwa untuk menikah sekarang dengan gadis suku Bugis, butuh minimal 30 juta rupiah. Bagi seorang jomblo dengan penghasilan pas-pasan, ini lumayan berat. Itu pun minimal lho! Ada yang sampai 40 juta, 70 juta dan masih banyak pula yang lebih daripada itu.
Oke, Solusinya?
Ada berbagai macam solusi atau alternatif pemecahan menyikapi biaya pernikahan ini. Pertama, cari suku lain yang memang tidak terlalu mensyaratkan uang tinggi. Contohnya: suku Jawa atau Sunda. Ini sudah jamak diketahui orang. Apalagi Jawa yang sangat sederhana sekalipun, tetap oke-oke saja kok!
Akan tetapi, itu tidak mudah. Sebab, biasanya ada kecenderungan seorang laki-laki akan mencari perempuan dengan suku yang sama. Mungkin agar lebih gampang membangun rumah tangga kali ya? Bahasanya sama, sifatnya pun hampir sama, latar belakangnya mirip dan tidak butuh adaptasi banyak.
Baca Juga: 9 Alasan Tanpa Pakai Adat Pernikahan
Padahal, tidak selalu begitu lho! Banyak kok yang satu suku, tetapi bercerai. Saya dengan istri juga berbeda suku. Saya orang Jawa, sedangkan istri orang Bugis. Alhamdulillah, masih tetap bertahan sampai sekarang. Menikah di tahun 2011, sekarang tahun 2020, jadi sudah berapa tahun hayo?
Hal yang dibutuhkan untuk bisa bertahan itu memang komitmen bersama. Suami dan istri. Jangan ada sifat egois dan mendominasi yang mencolok banget. Okelah, suami adalah pemimpin rumah tangga, tetapi tanpa bantuan istri, maka suami akan keok juga.
Jika orientasinya harus suku yang sama, maka tidak akan banyak berkembang. Maksudnya, dari segi jaringan keluarganya. Apalagi ada juga yang masih ada hubungan keluarga. Cuma beda sepupu. Ya, tidak salah juga sih, tetapi kalau beda suku, ‘kan, jadi lebih banyak pula keluarga yang berlainan bahasa, sifat dan latar belakang itu tadi.
Contohnya saya, bisa lebih mengenal karakter keluarga orang Bugis. Oh, ternyata memang mereka baik sekali sama saya. Sering memberikan makanan. Membuat acara yang intinya makan-makan juga. Ramah-ramah. Dan lain sebagainya. Alhamdulilah, cakrawala pemikiran saya bisa berkembang juga.
Oleh karena itu, bila dirasa satu suku mensyaratkan harus begini dan begini, uang harus minimal begini, maka saya sarankan untuk mencari yang lain saja. Laki-laki itu bebas memilih kok, sedangkan perempuan bebas menolak. Haha..
Jangan karena mau sukunya sama, terus maunya itu terus. Lebih baik luaskan cakrawala dan orientasi, maka kelor itu tidak selebar daun dunia. Halah, kebalik! Dunia tak selebar daun kelor. Sekarang, di pasar sini daun kelor dihargai lima ribu untuk tiga ikat, lho!
Solusi kedua, menabunglah sejak awal. Sudah tahu keinginannya mau menikah, eh, masih hambur sana, hambur sini. Buang-buang uang buat nongkrong-nongkrong tidak berguna. Lebih baik, hemat-hemat uang. Kalau sudah ada tabungan, bukankah hal itu akan jadi lebih meringankan beban orang tua. Ya ‘kan?
Apalagi kalau kamu punya niat untuk menikah dengan biaya sendiri. Wuih, itu saya acungi dua jempol deh! Tidak banyak lho anak muda yang punya keinginan semacam itu. Bahkan, tidak selalu pula harus orang kaya yang melakukannya.
Alhamdulillah, saya sendiri menikah dengan biaya sendiri. Begitu pula dengan salah satu teman saya. Malah dia nikah dua kali, pakai uang sendiri pula. Istri yang satu diceraikan, sekarang istrinya dua, maksudnya dua anaknya.
Ternyata, Oh, Ternyata
Jika memang masalahnya karena uang, ingat, sekarang masih mewabah virus Corona atau Covid-19. Tentu, prosedur untuk menikah jauh berbeda dengan sebelumnya. Sekarang adalah era untuk menikah dengan cara yang jauh lebih mudah. Tidak percaya?
Coba kamu cek berita-berita online dari Google, tentang menikah ketika ada wabah Covid-19. Untuk pengantin, petugas, wali nikah dan keluarga, mesti memakai masker, mencuci tangan dan tidak lupa pakai sarung tangan ketika melangsungkan akad nikah. Dan, menikahnya pun di KUA.
Ketika akad nikah, baik di dalam KUA maupun di luar, tamu atau hadirin tidak boleh lebih dari 10 orang. Selain itu, acara resepsi atau walimahnya juga tidak boleh diadakan dulu dalam skala besar. Kalau tetap dilaksanakan, siap-siap dibubarkan polisi.
Alhasil, dari keadaan seperti itu, menikah jadi lebih gampang dong! Apa mesti ditunda lagi? Apalagi alasan ditunda untuk menikah itu?
Butuh Sarana Mendapatkan Ilmu
Bagi seorang penuntut ilmu, kondisi semacam ini yang tidak wajar, masih belum menghilangkan semangat untuk berburu pahala dan mencari keridhaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kalau dulu bisa ikut ta’lim rutin antara Magrib-Isya, maka sekarang tidak bisa. Masjid-masjid banyak yang ditutup. Kumpul-kumpul dilarang.
Lalu, yang bisa dilakukan adalah melalui online. Beberapa hari yang lalu, ada sebuah tabligh akbar online yang digagas oleh DPP Wahdah Islamiyah. Judulnya adalah PSR. Ini jangan diartikan pasar lho, tapi Penataran Seputar Ramadhan. Wah, kalau judulnya penataran, jadi ingat Penataran P-4. Bapak-bapak dan ibu-ibu yang ada sekarang pastilah pernah ikut dulu waktu di SMP atau mungkin SMA ya?
Ketika penyampaian materi oleh seorang ustadz, saya dengan entengnya bertanya: Apakah untuk memasuki bulan Ramadhan nanti, bagusnya menikah dulu?
Katanya sih, pertanyaan iseng saya tersebut justru menjadi viral. Malah ada teman FB yang screenshot pas pertanyaan saya muncul. Waow, yang sebar SS itu malah akhwat lho! Hem, hem dan hem…
Saya tidak mengikuti jawaban dari ustadz. Karena setelah itu, saya tidak mengikuti dengan maksimal. Jadi, saya tidak tahu tanggapan dari sang narasumber.
Jawaban Telak
Meskipun tidak dijawab oleh ustadz yang mengisi materi, tetapi ustadz di sini yang menjawabnya. Intinya, sholat tarawih berjamaah nanti ditiadakan di masjid dan diganti di rumah. Nah, kalau jomblo, siapa yang mau temani berjamaah? Masih mending kalau dia tinggal bersama keluarganya. Bagaimana kalau dia sendiri? Pastilah sholat dengan perasaan runyam karena tidak ada yang jadi makmumnya atau imamnya.
Baca Juga: 5 Cara Pinter Atasi Minder
Jadi, pertanyaan tersebut tidaklah aneh dan wajar-wajar saja. Justru saya juga menanggapi, lha, jomblo sendiri tidak ada yang bertanya seperti itu. Mereka malah malu-malu sendiri saat mau bertanya. Akhirnya, saya saja yang mengajukan pertanyaan, mewakili duka para jomblo itu.
Mimpi yang Semu
Sebelum saya menutup tulisan ini menjelang masuk bulan Ramadhan, ada seorang jomblo yang mengajukan pertanyaan. Hem, pertanyaan tersebut lebih sebagai tanda kegalauan hatinya yang berkalut-kalut. Pertanyaannya begini: Ustadz, kalau sudah niat sholat berjamaah dengan istri di rumah, tetapi baru sadar belum punya istri, apakah sholatnya sah?
Pertanyaan tersebut sebetulnya tidak perlu dijawab. Toh, kalaupun dijawab, para jomblo juga belum tentu akan bersegera menikah! Mereka masih mempertimbangkan banyak hal. Menunggu semuanya harus sempurna dulu. Padahal pernikahan mana sih yang sempurna? Bisa jadi sempurna begitu cuma ada di zaman nabi dan para sahabat. Intinya sekarang, yang penting sah, halal dan legal dulu.
Kesimpulan
Masuk bulan Ramadhan, masih belum menikah juga? Yah, itu sih pilihan masing-masing. Masih ada sekitar dua hari sebelum benar-benar kita berpuasa di bulan suci Ramadhan.
Ketika masuk bulan suci Ramadhan dan dirasa jika sendirian itu lebih baik, maka silakan lakukan yang begitu. Namun, bila butuh berpasangan, maka silakan segera menikah. Hidup ini pilihan juga kok. Mau pilih 2, 3, atau 4 juga boleh. Lho, yang ini pasti kamu deh! Hehe…
Ow begitu yaa..haha
Ya toh, memang begitu. Hehe..