Baru sempat menulis sekarang, tadi malam sudah terasa mengantuk sekali. Saya menjadi MC untuk sebuah acara walimah yang diadakan di Ponpes Al-Wahdah, Bombana. Bagaimana cerita lengkapnya?
Saya diarahkan oleh MC oleh ustadz. Selain itu, juga ketua panitia. Tentu, saya senang-senang saja. Dua kali gagal di walimah teman, satunya di tempat yang sama, satunya di Desa Teppoe, Kecamatan Poleang Timur. Makanya, saya tidak mau gagal lagi kali ini. Berangkat pun lebih awal. Jam setengah delapan pagi sudah di lokasi acara. Sementara acara baru betul-betul dimulai jam sembilan lebih.
Terbaca di Awal
Persiapan bahan-bahan sudah saya tulis beberapa hari di buku catatan kecilku. Saya siapkan bahan-bahan yang kira-kira nanti akan memancing tawa, termasuk pantun. Saya berpikir, kalau acara walimah terlalu kaku dan serius, jadinya malah tidak menarik. Formal sekali justru akan membuat hadirin bosan.
Namun, malam sebelumnya, saya ditelepon oleh ketua panitia. Katanya, acaranya harus formal. Jangan ada lucu-lucuan. Nah, ini yang membuat saya bingung. Waduh, berarti semua bahan yang sudah saya tulis kemarin, tidak bisa ditampilkan?
Sampai dengan acara mau dimulai, saya masih terpikir semacam itu. Ustadz yang punya acara, iparnya yang mau menikah, menghendaki seperti itu. Tapi, disampaikannya lewat ketua panitia. Ya, sudah, saya ikuti saja maunya.
Seorang ustadz teman saya, menangkap kegelisahan di wajah saya. Dia bilang bahwa mukaku pucat. Wah, berarti betul ini, saya sedang grogi!
Dan, Ternyata
Saya mulai berbicara dengan mikropon ketika mempelai laki-laki dan keluarga pengiringnya datang. Rupanya, tempat duduk langsung full. Banyak juga pengantarnya! Ini yang ternyata membuat saya bertambah grogi. Acara pernikahan langsung dengan kapasitas yang luar biasa.
Kata-kata saya terasa kaku. Seakan-akan saya bingung mau berkata apa? Ketika saya membacakan pantun, hadirin juga menanggapinya dengan garing. Waduh, tambah berkeringat wajahku!
Seorang tokoh masyarakat, yang duduk dekat kepala KUA di kecamatan di situ, mengatakan bahwa MC-nya tegang. Saya sendiri mengakui bahwa tangan gemetar memegang mik. Astaga, kenapa penampilanku jadi begini? Apa yang telah terjadi?
Apa mungkin karena saya lama tidak tampil? Apa karena ada seseorang di sebelah yang bagaimana gitu ya? Hehe..
Berbagai faktor penyebab itu telah membuat saya jadi menciut. Saya tidak berhasil menguasai penonton. Saya gagal menguasai panggung.
Sampai Pada Akhirnya
Momen kebangkitan saya, kondisi yang berbalik, mirip dengan penampilan tim sepakbola yang sebelumnya tertinggal skor dan diprediksi kalah, adalah setelah akad nikah. Saya memang sempat salah menyebutkan. Dalam konsep acara yang saya tulis, setelah akad nikah adalah pembacaan sighat taklik. Rupanya, kepala KUA mengatakan bahwa mempelai laki-laki harus menemui mempelai perempuan dulu. Ohh, kalau begitu, ya, sudahlah. Saya ikut saja.
Hadirin mulai tertawa, bahkan saya dengar betul dari sebelah, ibu-ibu dan akhwat ikut juga, ketika saya mengatakan bahwa waktu untuk menemui pengantin perempuan adalah lima menit! Mereka merasa geli karena waktunya sangatlah singkat. Lebih tertawa lagi saat saya bilang, “Yak, waktu dimulai dari sekarang!” Saya mengatakan begitu sambil melihat jam yang selalu terpasang di tangan kiri saya.
Baru saja mempelai laki-laki turun, saya bertanya, “Sudah belum?”
Ada hadirin yang duduk di barisan depan mengatakan, “Ketemu saja belum.”
Dari situ, wah, ini dia momennya! Saya berhasil memancing tawa hadirin. Saya berhasil menguasai mereka. Baiklah, dilanjutkan dengan serangan berikutnya.
Agar acara tidak terkesan garing, saya berbicara saja terus. Bahkan, mempromosikan pesantren Al-Wahdah Bombana. Bicara juga tentang fanpage dakwah yang saya kelola. Saya memang mengetahui departemen infokom. Departemen itu secara khusus adalah media dokumentasi dan informasi dakwah dari organisasi yang saya ikuti.
Tanpa terasa, mempelai laki-laki datang kembali. Suasana sudah sangat segar, saya bisa menemukan momentum tampil di situ. Guyonan selanjutnya menjelang berakhir acara. Hal itu sudah melewati khutbah pernikahan yang dibawakan oleh seorang ustadz lulusan Madinah. Masya Allah…
Saya mengatakan bahwa hadirin silakan menikmati makanan dan minuman yang telah disediakan.
“Silakan menikmati. Saya tidak bilang mencicipi karena mencicipi itu cuma sedikit. Dinikmati saja karena bagian dari keberkahan adalah sajian walimah.”
Lebih menyerang lagi beberapa detik sebelum berakhir acara.
“Ya, saya Rizky Kurnia Rahman. Saya dilarang untuk menyebutkan nama, tetapi saya sebut saja. Supaya lebih sopan dan lebih dikenal.” Hadirin tertawa lagi, apalagi yang di sebelah. Siapa lagi kalau bukan kaum emak-emak?
Untuk membully jomblo, saya juga memanfaatkannya. Sebenarnya bukan bully sih, melainkan penyemangat bagi mereka.
“Bagi para jomblo, cepat-cepatlah menikah karena tahun 2022 sudah di depan mata! Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh!”
Yes, Alhamdulillah, acara betul-betul selesai. Saya merasa puas di bagian akhir itu. Keluar tenda karena merasa panas. Saya menyalami ketua panitia yang berjenggot panjang dan tebal, tetapi banyak sekali ubannya.
“Misi selesai!” Saya mengatakan begitu.
Ingin Lagi
Awal yang grogi itu membuat saya menjadi menyesal, kenapa juga sampai grogi begitu? Namun, sudahlah, sudah terlanjur dan lewat juga. Saya ingin menjadi MC lagi. Akan saya perbaiki kesalahan karena grogi di awal acara. Saya juga harus dengan gaya saya. Mau pakai lucu-lucuan tidak masalah, asal masih dalam koridor yang sopan dan tidak mencela orang lain secara berlebihan.
Nah, pertanyaannya, kapan lagi ada walimah? Dan, pertanyaan selanjutnya, siapakah yang akan menikah itu? Apakah si dia? Ataukah si dia? Saya belum bisa menjawabnya. Saya belum bisa mengatakannya.
Kesempatan Ambil Momen
Ustadz yang lain, guru SMK dan di pesantren itu, memang mahir dan ahli untuk urusan foto dan video. Dia bisa mengkoneksikan shotting video hingga ke sebelah, tempat akhwat duduk.
Awalnya, saya kira video tersebut akan live lewat fanpage dakwah. Ternyata, tidak! Itu baru saya tahu waktu Ashar, waktu panitia dan teman-teman mau pulang.
Alhamdulillah, saya sudah berhasil memanfaatkan momen. Saya meminta teman untuk memfoto saya serta memvideokannya. Saya lupa memang, harusnya saya live saja sendiri di Facebook. Hanya sayangnya, saya memang belum punya tripod sehingga HP tidak bisa berdiri tegak tanpa dipegang orang.
Saya mengabadikan video cuma sedikit waktu saya MC seperti di bawah ini:
Pendek sekali memang, tetapi itu masih lebih baik, daripada tidak ada sama sekali bukan? Yang lalu, waktu saya jadi MC, cuma ada foto. Tidak ada video. Sebenarnya saya ini memang ada rasa grogi jika berupa video yang ditampilkan di media sosial. Makanya pakai foto saja. Untuk acara walimah kemarin, saya tidak cukup dengan foto. Harus ada videonya.
Tambahan foto lainnya adalah waktu saya di bagian pelaminan perempuan. Seperti berikut:
Saya memang suka tampil di depan umum. Semoga saja ada kesempatan lagi untuk saya memperbaiki grogi dan performa saya makin meningkat. Aamiin…