Bisa jadi kamu memang bisa bicara
di kala mendung di jumantara
saat tidak ada hadangan acara
ketika tidak ada juga sandiwara
sampai bisik di hati menjadi kentara.
Mari kita bicara
dari hati yang tak tulus ini
meramu cinta yang sempat mati
mengukir sayang yang tersaji di sana.
Duhai, kekasihku,
sediakah engkau dengan waktumu?
Untuk sejenak mengurai pilu?
Aku tak yakin engkau bisa
karena mesti dengan sejuta rasa.
Ditambah dengan kerinduan menyala
seperti api yang tak kenal padam saja
ah, kurasakan batinku makin merana.
Pulanglah ke rumahku
kita lalui waktu sebagaimana dulu
lewati detik sambil menelan madu
manis seperti engkau di hatiku.
Kan kusampaikan puisi
tanpa sebait pun tertinggal di sini
semua hanyalah angan tak pasti
air mata pun sudah lupa diri
mengalir tak henti, kapan kau kembali?
Bombana, 4 April 2021
Duh! Puisi yang bikin baper, Pak. Kayak semacam mewakili perasaan banget.
Mungkin mewakili suara rakyat juga, walah..
Mantap puisinya..
Alhamdulillah…
Gegana, gelisah galau merana *eh 🤣
Bukannya gegana itu artinya gerakan gasak nasi? Hahaha…
Keren banget blog dan tulisannya..
Salam sukses…
puisinya keren,
puisinya mantap
.Aduh bagus sekali puisinya,apa curhat penulisnya,maaf jadi kepo deh 😢