Saya memang lahir di tahun 80-90an. Generasi saya disebut dengan generasi milenial. Dalam tulisan ini, kita akan coba bicara tentang rindu masa kecil.
Bicara tentang masa kecil, memang ada sisi yang kadang terasa dilematis. Dulu, waktu kita masih kecil, ingin sekali jadi orang dewasa. Ingin punya uang sendiri, motor atau mobil sendiri, bahkan rumah sendiri. Enak rasanya jika ada gaji, lalu bebas beli segala sesuatu.
Kalau anak kecil ‘kan terbatas. Tiap ke sekolah diberi uang saku yang memang cukup-cukupan. Untuk beli yang lebih mahal pun harus izin orang tua atau minta ke orang tua. Kan orang tua yang punya uangnya.
Kita ingin jadi orang dewasa juga karena mungkin terasa begitu banyak pelajaran yang kita hadapi. Mungkin stres menghadapi Matematika yang bisa diartikan sebagai makin tekun, makin tidak karuan. Atau Bahasa Inggris yang bukan merupakan bahasa ibu kita. Ya, termasuk bahasa ibu juga sih, tapi ibunya orang lain dan kita tidak kenal.
Atau pelajaran apa lagi ya? Olahraga misalnya. Guru olahraga saya dulu bertubuh besar, kumis tebal, dan tampangnya cukup garang. Kita disuruh untuk berolahraga dengan cukup keras. Ketika SMP, bahkan mengelilingi sekolah. Termasuk dengan kompleks-kompleks di sekitarnya. Padahal ‘kan guru olahraga juga tidak pernah melakukan itu. Ya ‘kan? Apalagi kepala sekolah. Lho, kok kepala sekolah? Hehe…
Waktu Tidak Bisa Kembali Lagi
Kini, waktu sudah tidak bisa diputar balik. Kita menghadapi hal yang berbeda waktu masih kecil. Kita sudah punya pekerjaan tetap, Alhamdulillah. Meskipun bukan pekerjaan tetap, tetapi setidaknya kita tetap punya pekerjaan, atau tetap berpenghasilan. Tidak semua orang ‘kan harus jadi PNS? Tidak semua orang juga harus menjadi karyawan? Dan, tidak semua orang juga harus jadi guru. Kalau semua orang jadi guru, siapa muridnya dong?
Baca Juga: Toxic Parents? Apa Itu? Bagaimana Cara Menghadapi Toxic Parents?
Ternyata, bayangan kita waktu kecil memang betul-betul terjadi. Kita memang memiliki uang, bisa membeli motor atau mobil. Kalau belum bisa beli yang betulan, ya, minimal yang mainan, lah. Kita bisa membeli apapun, asal sesuai dengan harganya. Jika belum bisa membeli Lamborghini, minimal beli dulu diecastnya. Nah, ini sih mainan lagi. Bersyukurlah kita yang diberikan rezeki berupa uang.
Keluarga juga sudah punya sendiri. Kartu keluarga kita sudah terpisah dengan keluarga induk. Kartu keluarga yang bentuknya besar dan tidak cocok dalam format kartu itu, mencantumkan nama kita sebagai kepala keluarga.
Wuih, ada rasa bangga dong! Kita juga punya istri dan beberapa anak yang lucu-lucu, atau bahkan sudah sekolah. Sebentar lagi mereka akan mengikuti jejak kita untuk punya keluarga sendiri juga. Siklus itu berulang. Dulunya kita, sekarang anak-anak kita.
Uban pun mulai merata di kepala. Dan, sampai sekarang yang namanya uban itu pastilah putih. Adakah orang yang ubannya warna merah, biru, coklat, kuning, atau bahkan hitam? Hey, uban kok hitam?
Kehadiran uban semakin mempertegas kita bahwa kita memang sudah dewasa, dan sudah mulai memasuki masa tua. Tapi ada juga lho, teman SMA saya dulu yang sudah beruban. Akhirnya, karena banyak ubannya, dan mukanya kurus, dipanggil Mbah Tile. Lucu juga sih mengenang masa itu.
Mungkin saat kita sedang bersantai di teras rumah, menatap para tetangga yang berlalu lalang, menatap pula anak-anak sekolah, bisa jadi kita terkenang dengan masa kecil. Akhirnya menjadi rindu masa kecil. Marilah kita coba ulas bentuk rindu masa kecil itu.
1. Rindu Tertidur dan Diangkat Bapak
Ini pernah saya alami. Waktu menonton TV malam, di ruang tengah, saking mengantuknya, saya tertidur di depan TV. Waktu itu, bersama bapak dan ibu saya. Alhamdulillah, sekarang juga masih ada mereka berdua.
Besoknya, ketika bangun, eh, sudah berada di kamar tidur. Jadi, siapa yang mengangkat saya? Rupanya bapak saya tercinta. Beliau melihat saya tidur bukan pada tempatnya. Makanya, dipindahkan ke kamar. Biar tidak digigit nyamuk atau karena alasan lain.
Hal itu jelas sangat terkesan bagi saya. Perhatian orang tua yang luar biasa terhadap anaknya memang tidak bisa dipungkiri. Anak yang mungkin kecapekan karena belajar di sekolah, ditambah dengan belajar di rumah, akhirnya berbuah kantuk waktu refreshing melalui TV.
Waktu itu ‘kan belum ada HP. Jadi, hiburan satu-satunya di rumah ya cuma TV. Sekarang mungkin sudah tidak ada lagi begitu. Anak-anak sudah sibuk dengan HP-nya. Mereka sudah membawa HP ke dalam kamar masing-masing. TV jadi dicuekin.
Itu rindu masa kecil yang pertama. Bagaimana yang kedua?
2. Rindu Bangun Pagi Buat Nonton Kartun
Hari Ahad atau hari Minggu pagi adalah waktunya untuk menonton film kartun kesukaan. Ada Doraemon tiap jam 08.00, terus ada Dragon Ball, Power Rangers, Sailormoon, dan judul-judul lainnya. Kita jadi semangat untuk bangun pagi karena itu. Ada sesuatu yang kita nanti-nantikan, bahkan sejak kemarin-kemarin.
Meskipun yah, sering juga bapak mengambil waktu menonton saya. Terlebih jika ada pertandingan tinju profesional yang disiarkan Indosiar. Akhirnya, waktu menonton kartun kita pun ludes.
TV cuma satu, kita tidak bisa rebutan dengan bapak. Kan itu TV-nya bapak. Ya ‘kan? Kita berharap untuk menonton lagi di pekan selanjutnya. Semoga tidak ada acara Gelar Tinju Profesional lagi.
Zaman dulu juga belum ada YouTube. Jadi, kita tidak bisa menonton siaran ulangnya. Namun, ternyata kita tidak hilang semua semangat kok. Masih ada waktu buat kita bermain-main di luar dengan teman-teman sebaya.
Sekarang? Mana ada begitu? Main dengan teman sebaya. Yang ada main dengan sesama teman, tetapi lewat HP. Duh, HP lagi, HP lagi.
3. Pengumuman Guru
Tadi dua hal yang terjadi di rumah. Sekarang mengulas rindu masa kecil ketika di sekolah. Ini lebih pas terjadinya waktu guru kelas mengumumkan pulang lebih awal karena ada rapat dadakan.
Wuih, betapa senangnya hati kita! Tandanya dengan sorak-sorak bahagia. Yes, pulang lebih cepat! Kita jadi bisa punya waktu untuk bermain dengan teman atau menonton TV di rumah. Paling senang sih kalau hari Sabtu sekalian. Sudah pulang lebih cepat, besoknya libur sehari lagi! Betapa sederhana kebahagiaan yang dirasakan anak kecil zaman dulu ya?
Baca Juga: 5 Kiat Mendidik Anak Agar Mandiri dan Percaya Diri
Sementara guru-guru kita yang waktu itu rapat? Nah, ini, ada yang sudah pensiun menjadi guru, ada pula yang sudah pensiun menjadi manusia. Guru-guru yang sebenarnya senang juga murid-muridnya bisa pulang lebih cepat, tetapi mereka harus menghadapi rapat. Ketika itu, belum ada WA, belum ada grup Whatsapp. Jadi, rapat harus dilakukan secara offline. Tanpa masker lagi. Tapi ‘kan waktu itu corona belum lahir. Ups!
Ini menjadi rindu masa kecil yang ketiga. Masih ada keempat dan kelima. Yuk, tetap simak!
4. Suasana Riuh Waktu Jam Pelajaran Kosong
Ada anak yang menyukai pelajaran Matematika. Ada pula yang menyenangi pelajaran Bahasa Indonesia. Eh, ada juga yang senang dan betah dengan Bahasa Inggris. Namun, hampir semua murid bisa dipastikan akan sangat senang dengan pelajaran kosong!
Ini memang mirip dengan poin rindu masa kecil nomor tiga, tetapi kalau yang ini tidak dialami oleh semua guru. Ada guru yang memang berhalangan untuk mengajar. Mungkin dia ditugaskan oleh kepala sekolah untuk pergi ke sekolah lain. Ada juga yang tiba-tiba sakit. Mungkin pula ada urusan keluarganya yang mendadak.
Pelajaran kosong yang dibiarkan begitu saja akan membuat suasana kelas menjadi ramai dan riuh. Berbagai polah tingkah kita yang masih kecil itu bermacam-macam. Beda halnya kalau ada guru yang tiba-tiba masuk. Ramai dan riuh itu akan mereda. Murid-murid akan jadi tenang dan duduk siap di bangku masing-masing. Apalagi yang masuk semacam guru olahraga, guru Matematika, atau guru lain yang bertampang seram.
Terakhir, rindu masa kecil yang kelima apa?
5. Rindu Hidup Tanpa Beban
Ini yang menjadi bagian paling penting kaitannya dengan rindu masa kecil. Yaitu hidup tanpa beban, karena yang dipikirkan adalah cuma menghadapi pelajaran.
Kita yang waktu itu masih kecil hanya kegiatannya belajar dan bermain. Setelah belajar, ya, bermain, habis itu belajar lagi. Alhamdulillah, kita berasal dari keluarga yang berkecukupan. Jadi, kita tidak disuruh bekerja seperti banyak keluarga kurang beruntung lainnya.
Kita tidak memikirkan cara mendapatkan uang, karena itu sudah menjadi kewajiban dan urusan orang tua kita. Hidup yang nyaman sebenarnya, karena mungkin “musuh” kita saat itu adalah cuma pelajaran Matematika. Kecuali, bagi kita yang suka pelajaran tersebut lho ya! By the way, kok memang banyak sih yang tidak suka dengan Matematika?
Mau Mengulang Begitu?
Kegembiraan dan keceriaan masa kecil memang tidak bisa berulang. Jangankan bertahun-tahun yang lalu, sedetik yang lalu saja tidak bisa berputar lagi. Waktu akan selalu maju dan tidak pernah mundur ke belakang.
Rindu masa kecil, rindu pada momen-momen indah bisa diulangi atau dijadikan lebih baik jika kita masuk ke dalam surga Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Cuma itu cara agar kita mendapatkan kebahagiaan kembali, bahkan yang jauh lebih membahagiakan. Beda halnya kalau sampai masuk ke dalam neraka. Sungguh tidak ada bahagia-bahagianya. Naudzubillah min dzalik.
Jadi, rindu masa kecil apalagi yang kamu rasakan? Silakan tulis di kolom komentar ya!